>

Selasa, 11 Maret 2014

PERANAN PMKRI DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN

PERANAN PMKRI DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN
Oleh: Selpanus Usel

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang sangat ketat dan bebas ditambah perubahan lingkungan strategis domestik yang sangat cepat, akan membawa pengaruh dan implikasi yang sangat besar terhadap upaya peningkatan daya saing produk pertanian strategis nasional.  Kondisi kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien dan kualitas yang baik serta harga murah merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hidup usaha produk pertanian.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan pelaku usaha berbasis produk pertanian merupakan faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Dengan demikian, ada 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan untuk mendukungnya, yaitu memperkuat kebijakan makro dengan arah terciptanya sistem perdagangan yang kondusif melalui berbagai instrumen kebijakan seperti kebijakan fiskal dengan memberikan insentif bagi usaha di bidang pertanian, dan pengalokasian APBN dan APBD yang memadai untuk pengembangan sektor pertanian dan pangan, serta dukungan kebijakan perdagangan yang kuat melalui pemberian proteksi dan promosi bagi produk-produk pertanian yang strategis.  
Kondisi sistem perdagangan produk pertanian nasional sering kali disoroti dan ditanggapi mengenai kinerja selama ini yang kurang memuaskan berbagai pihak. Bahkan media massa selalu mengangkat berita sebagai topik utamanya mengenai berbagai persoalan dan permasalahan yang menyangkut produk pertanian domestik serta membanjirnya produk pertanian impor yang semakin banyak beredar dipasaran. Disadari bahwa sorotan ini sangat erat kaitannya dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian, pemberian modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
Percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari 2020 menjadi 2015, disepakati oleh para Kepala Negara ASEAN pada KTT ke- 12 ASEAN. Komunitas ASEAN 2015 terbagi dalam 3 pilar, yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Kerjasama ekonomi ASEAN dimulai dengan disahkannya Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Dalam perkembangannya, kerjasama ekonomi ASEAN mengarah kepada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya.
KTT ke- 9 ASEAN di Bali tahun 2003 menghasilkan Bali Concord II yang menegaskan bahwa Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC – Asean Economic Community) akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan yang berbasis pada peningkatan kemandirian pangan. Pembentukan biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UKM. Disamping itu, pembentukan AEC juga akan memberikankemudahan dan peningkatan akses pasar intra- ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik.
Pembentukan Komunitas Ekonomi Asean akan memberikan peluang bagi negara – negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan dan memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Disamping itu, pembentukan Komunitas Ekonomi Asean juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik.
Kehidupan dan perekonomian masyarakat ASEAN yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan namun memiliki lahan/tanah pertanian yang sangat luas menjadikan kawasan ASEAN lebih menjamin untuk meningkatkan pangan guna menunjang perekonomian masyarakatnya.
Kemandirian pangan untuk memenuhi konsumsi nasional menjadi salah satu faktor sangat penting untuk melangkah menjadi negara maju, karena itu pemerintah bertekad bekerja keras untuk mencapai itu dengan menjadikan pangan sebagai fokus utama pekerjaan pemerintah.

"Kemandirian pangan menjadi salah satu kunci untuk menjadi negara maju, karena itu pemerintah akan bekerja "habis-habisan" untuk menggapai surplus pangan 10 juta ton,"kata Menteri Perekonomian Hatta Rajasa dalam acara pengukuhan dirinya sebagai Ketua Dewan Pembina Kontak Tani Andalan Nasional (KTNA) di Pendopo Kabupaten Malang Jawa Timur, Rabu.

Dia mengatakan sebagai ujung tombak utama untuk mencapai kemandirian pangan yakni para petani dan nelayan, maka pemerintah berkewajiban mendorong dan melindungi petani agar mereka dapat mensejahterakan kehidupan keluarganya.

"Masalah kemandirian pangan bukan hanya masalah penyediaan pangan dan harganya saja tetapi juga bagaimana pemerintah mampu mensejahterakan petani dan keluarganya. Kita harus memproteksi petani misalnya dengan memberikan berbagai subsidi,"kata Hatta.
2.      PERMASALAHAN
a.       Peranan PMKRI
b.      Kemandirian Pangan
c.       Kerjasama Ekonomi dan Pangan ASEAN
3.      Agar PMKRI pada umumnya dan kita secara pribadi khususnya dapat memberikan peranan dalam mewujudkan  kemandirian pangan baik di tingkat regional,  nasional dan ASEAN.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.      Deskripsi Singkatan PMKRI :
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia. Sebuah organisasi mahasiswa ekstra kampus yang berdiri pada tanggal 25 Mei 1947 di Yogyakarta. Organisasi ini berskala nasional dengan fungsi sebagai organisasi pembinaan yang berazaskan Pancasila, dijiwai kekatolikan, dan bersemangat kemahasiswaan. PMKRI memiliki visi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati. Sedangkan misi yang diusungnya adalah berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai kekatolikan untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.
2.      Pengertian Kemandirian Pangan
Ketika kita berbicara mengenai kemandirian pangan, maka kita perlu menyamakan pengertian kita mengenai kemandirian pangan terlebih dahulu. Kemandirian pangan secara sederhana digambarkan dengan sebuah keadaan ketika kita mampu memenuhi kebutuhan pangan strategis sendiri dan meminimalkan impor. Saat ini kebijakan pangan kita adalah ketahanan pangan.
Ketahanan pangan adalah keadaan dimana kebutuhan pangan kita cukup dan usaha untuk memenuhinya berasal dari produksi dalam negeri dan impor. Perubahan kebijakan pangan dari ketahanan menuju kemandirian pangan seutuhnya sangat penting. Sudah saatnya pemerintah dengan tegas medeklarasikan bahwa arah dan kebijkan yang akan pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia ambil mengarah untuk masuk dalam zona kemandirian pangan.
Selain kemandirian dan ketahanan pangan, ada satu konsep lagi, yakni kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan bermakna lebih tinggi dari kemandirian pangan. Dimana, pemenuhan kebutuhan pangan strategis dan non strategis harus dilakukan secara optimal. Dari tiga buah konsep ini kemandirian pangan adalah konsep ideal yang harus dan dapat dipilih oleh Indonesia kini. Kita harus meminimalkan impor pangan karena tentu kita enggan jika salah satu kebutukan pokok kita harus ‘bergantung’ dengan orang lain dan meminimalkan impor ini merupakan salah satu enzim penting untuk mensejahterakan petani Indonesia. Lalu bagaimana dengan Indonesia yang berkedaulatan pangan, hal ini tentu tidak perlu dicoret dari tujuan dan cita – cita kita. Namun, untuk mencapai Indonesia yang berkedaulatan pangan kita hendaknya melalui beberapa langkah sebelumnya, yakni mewujudkan Indonesia yang berkemandirian pangan dan sesungguhnya kemandirian pangan jika saat ini dapat diwujudkan sudah cukup baik bagi petani dan masyarakat Indonesia yang lain.
2.1. Kerja Sama Asean Dalam Peningkatan Kemandirian Pangan
a.       Pertanian
Secara umum kondisi pangan ASEAN pada tahun 2005/2006 stabil. ASEAN telah mampu mencapai swasembada, khususnya untuk komoditi beras dan gula yang produksinya melebihi kebutuhan di ASEAN. Untuk jagung dan kedelai, ASEAN masih mengandalkan impor karena produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Dalam skema kerja sama ASEAN Plus Three, 2 (dua) proyek telah dilaksanakan sejak tahun 2004 – 2008, yaitu East Asia Emergency Rice Reserves (EAERR) dan ASEAN Food Security Information System (AFSIS). Kegiatan EAERR terutama difokuskan pada implementasi mekanisme pengadaan beras (stock release mechanism) dan pemanfaatan cadangan beras darurat untuk kondisi bencana. Sementara itu, kegiatan AFSIS difokuskan pada pembuatan jaringan informasi mengenai ketahanan pangan dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam proyek AFSIS, sebuah website telah dibentuk yang memberikan informasi mengenai situasi dan perencanaan kebijakan ketahanan pangan di kawasan.
ASEAN juga telah membentuk ASEAN General Guidelines on the Preparation and Handling of Halal Food sebagai upaya memperluas perdagangan daging dan produk daging intra-ASEAN.
Menanggapi perkembangan krisis dunia yang berdampak pada sektor pangan, ASEAN sesuai dengan usulan Presiden RI, telah menyusun sebuah skema strategis dan komprehensif untuk memperkuat ketahanan pangan regional yang disebut ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework beserta rencana kerja jangka menengah yang disebut Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS).  Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN menyepakati untuk merekomendasikan dokumen tersebut ke ASEAN Summit di Thailand, bulan Desember 2008. Selanjutnya, kedua dokumen tersebut akan di-endorse oleh para Pemimpin ASEAN melalui Bangkok Statement on Food Security in the ASEAN Region.
b.      Tanaman Pangan (Crops)
Sejak tahun 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik untuk beberapa komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi giling, jeruk (citrus), mangga, kentang, dan anggrek potong dendrobium. Upaya harmonisasi phytosanitary untuk komoditas-komoditas tersebut akan terus dilanjutkan khususnya untuk pengembangan panduan importasi.
ASEAN Plant Health Cooperation Network (APHCN) telah dibentuk sebagai sarana untuk berbagi informasi mengenai kesehatan tanaman di negara-negara anggota ASEAN. Saat ini, informasi mengenai Undang-undang Karantina Tanaman dan persyaratan impor untuk Malaysia dan Singapura telah tersedia di website APHCN. Dalam inisiatif ini, akan dibentuk ASEAN Regional Diagnostic Initiative sebagai proyek percontohan untuk mengatasi hambatan terhadap akses pasar produk pertanian.
Melalui harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs) untuk pestisida, ASEAN terus berupaya untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi perdagangan dengan meminimalisir penggunaan pestisida dan memastikan keamanan pangan dan mencegah kerusakan lingkungan. Dalam 29th ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (29th AMAF) di Bangkok, 2007, ASEAN telah mengadopsi harmonisasi 99 MRL untuk 16 pestisida. Sebelumnya ASEAN telah memiliki 658 MRL untuk 61 pestisida.
ASEAN terus berupaya untuk melaksanakan upaya terpadu dalam mengharmonisasi standar dan kualitas, jaminan keamanan pangan dan standarisasi sertifikasi perdagangan untuk mendukung integrasi ekonomi dan meningkatkan daya saing produk-produk pertanian dan kehutanan ASEAN di pasar internasional. Untuk itu, ASEAN telah mengadopsi ASEAN Good Agricultural Practices (ASEAN GAP) mengenai penanganan produksi, panen dan paska panen buah dan sayuran segar serta sejumlah produk hortikultura lainnya berupa Standar ASEAN untuk mangga, nanas, durian, papaya, pumelo, dan rambutan.
Sebagai upaya kawasan untuk mengendalikan penggunaan pestisida, ASEAN telah memiliki website untuk lembaga pengawasan pestisida “aseanpest” (http://agrolink.moa.my/doa/aseanpest) yang memberikan landasan untuk saling bertukar informasi dan database serta penanganan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pemanfaatan pestisida.
c.       Agricultural Training and Extension
ASEAN terus melanjutkan program Pengelolaan Hama secara Terpadu (Integrated Pest Management/IPM) untuk berbagai tanaman pangan, termasuk pengembangan modul pelatihan untuk komoditas prioritas dan pengorganisasian pelatihan IPM di kawasan terhadap komoditas prioritas tersebut. Komoditas dimaksud, di antaranya mangga, jeruk, bawang merah, beras, pumelo dan kedelai. Pertukaran pejabat, pelatih dan petani terkait IPM untuk citrus telah diorganisir oleh Thailand pada tanggal 10-16 Juni 2008.
Sejumlah aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan petani telah pula dilaksanakan, di antaranya: Regional Training on Edible and Medicinal Mushroom Production Technology for ASEAN Extension Workers and Farmers (1-2 November 2008 di Viet Nam) serta pertukaran pejabat, pelatih dan petani yang diorganisir di Palembang, Indonesia, tanggal 5-10 Juli 2007.
d.      Penelitian dan Pengembangan di bidang Pertanian
Kerjasama Penelitian dan Pengembangan di bidang pertanian telah dimulai sejak 2005. Sejumlah aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan ASEAN Agricultural Research and Development Information System (ASEAN ARDIS), ASEAN Directory of Agricultural Research and Development Centres in ASEAN, dan Guidelines for the Use of the Digital Information System.
2.2.Resiko/Dampak
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang sangat ketat dan bebas ditambah perubahan lingkungan strategis domestik yang sangat cepat, akan membawa pengaruh dan implikasi yang sangat besar terhadap upaya peningkatan daya saing produk pertanian strategis nasional.  Kondisi kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien dan kualitas yang baik serta harga murah merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hidup usaha produk pertanian.
Data Pertumbuhan Impor dan Export Produk Makanan dan Minuman Tahun 2009-2011
Trade
Value (US $)
Change (%)
2009
2010
2011
Impor
2,510,396,014 
3,776,181,970 
4,871,648,004 
73.74
Ekspor
2,785,369,709 
3,358,293,102 
3,454,058,139 
28.13



Sumber Data: Kemendag, 2012
Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan pelaku usaha berbasis produk pertanian merupakan faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Dengan demikian, ada 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan untuk mendukungnya, yaitu memperkuat kebijakan makro dengan arah terciptanya sistem perdagangan yang kondusif melalui berbagai instrumen kebijakan seperti kebijakan fiskal dengan memberikan insentif bagi usaha di bidang pertanian, dan pengalokasian APBN dan APBD yang memadai untuk pengembangan sektor pertanian dan pangan, serta dukungan kebijakan perdagangan yang kuat melalui pemberian proteksi dan promosi bagi produk-produk pertanian yang strategis.  
Kondisi sistem perdagangan produk pertanian nasional sering kali disoroti dan ditanggapi mengenai kinerja selama ini yang kurang memuaskan berbagai pihak. Bahkan media massa selalu mengangkat berita sebagai topik utamanya mengenai berbagai persoalan dan permasalahan yang menyangkut produk pertanian domestik serta membanjirnya produk pertanian impor yang semakin banyak beredar dipasaran. Disadari bahwa sorotan ini sangat erat kaitannya dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian, pemberian modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dalam persoalan ini kita memiliki dua buah objek atau variabel. Objek/variabel pertama adalah jumlah penduduk dan yang kedua adalah jumlah pangan. Terdapat dua teori agar kebutuhan pangan terpenuhi. Pertama, kita dapat menurunkan jumlah penduduk hingga di bawah batas jumlah penduduk maksimal dalam jumlah pangan yang ada, dimana jumlah pangan harus tetap. Kedua dan yang selama ini kita pikirkan dan lakukan, yakni menaikan jumlah pangan hingga melampaui jumlah penduduk yang ternyata tidak bisa tetap atau bahkan stabil. Kurva jumlah penduduk dan pangan merupakan kuva yang selalu saling bersaing peningkatannya tiap tahun. Apa gunanya jika kita terus menaikan produksi pangan dalam negeri jika ternyata kenaikan populasi penduduknya tidak mau kalah naik.

SARAN
Jika keadaan seperti ini, maka berat sekali tugas dan tanggungjawab orang – orang dalam ranah pertanian untuk menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup. Tambah lagi, krisis energi saat ini membuat usaha pemenuhan energi mulai beralih bersumber dari pertanian. Selain itu pertumbuhan dan pembangunan saat ini banyak merampas lahan – lahan pertanian untuk dialih fungsikan masuk dalam sektor non pertanian, sehingga dari segi lahan pertanian juga terkendala. Bahkan karena menurunnya ketersediaan air bersih untuk kehidupan manusia, maka sektor pertanian harus mengurangi jatah penggunaan airnya. Sedangkan yang terakhir berkaitan dengan rezim pasar bebas yang membuat petani kita kurang bergairah bertani dan beralih pada sektor industri dan sektor lainnya.












DAFTAR PUSTAKA
WWW.Deskripsi.Com/Sinkatan/PMKRI.
UGM. Ikatan Mahasiswa Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. 2011. Paradigma Pencapaian Kemandirian Pangan. Yogjakarta.

WWW.Setkab.go.id/Artikel-5952-.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar