PERANAN PMKRI DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN
Oleh: Selpanus Usel
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan
perdagangan internasional yang sangat ketat dan bebas ditambah perubahan
lingkungan strategis domestik yang sangat cepat, akan membawa pengaruh dan
implikasi yang sangat besar terhadap upaya peningkatan daya saing produk
pertanian strategis nasional. Kondisi kemampuan bersaing melalui proses
produksi yang efisien dan kualitas yang baik serta harga murah merupakan
pijakan utama bagi kelangsungan hidup usaha produk pertanian.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan
kemampuan pelaku usaha berbasis produk pertanian merupakan faktor kunci
keberhasilan dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Dengan demikian,
ada 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan untuk mendukungnya, yaitu memperkuat kebijakan
makro dengan arah terciptanya sistem perdagangan yang kondusif melalui berbagai
instrumen kebijakan seperti kebijakan fiskal dengan memberikan insentif bagi
usaha di bidang pertanian, dan pengalokasian APBN dan APBD yang memadai untuk
pengembangan sektor pertanian dan pangan, serta dukungan kebijakan perdagangan
yang kuat melalui pemberian proteksi dan promosi bagi produk-produk pertanian
yang strategis.
Kondisi sistem perdagangan produk pertanian nasional
sering kali disoroti dan ditanggapi mengenai kinerja selama ini yang kurang
memuaskan berbagai pihak. Bahkan media massa selalu mengangkat berita sebagai
topik utamanya mengenai berbagai persoalan dan permasalahan yang menyangkut
produk pertanian domestik serta membanjirnya produk pertanian impor yang
semakin banyak beredar dipasaran. Disadari bahwa sorotan ini sangat erat
kaitannya dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya
saing produk pertanian, pemberian modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis
inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
Percepatan pembentukan Komunitas ASEAN
dari 2020 menjadi 2015, disepakati oleh para Kepala Negara ASEAN pada KTT ke-
12 ASEAN. Komunitas ASEAN 2015 terbagi dalam 3 pilar, yaitu: Komunitas Keamanan
ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Kerjasama ekonomi ASEAN dimulai dengan disahkannya
Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Dalam perkembangannya,
kerjasama ekonomi ASEAN mengarah kepada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN
yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama
di bidang politik-keamanan dan sosial budaya.
KTT ke- 9 ASEAN di Bali tahun 2003 menghasilkan Bali Concord
II yang menegaskan bahwa Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC – Asean Economic
Community) akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi
kawasan yang berbasis pada peningkatan kemandirian pangan. Pembentukan biaya
transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta
meningkatkan daya saing sektor UKM. Disamping itu, pembentukan AEC juga akan
memberikankemudahan dan peningkatan akses pasar intra- ASEAN serta meningkatkan
transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi
domestik.
Pembentukan Komunitas Ekonomi Asean akan memberikan
peluang bagi negara – negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala
ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan
daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya
transaksi perdagangan dan memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis.
Disamping itu, pembentukan Komunitas Ekonomi Asean juga akan memberikan
kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan
transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi
domestik.
Kehidupan dan perekonomian masyarakat ASEAN yang masih
banyak berada di bawah garis kemiskinan namun memiliki lahan/tanah pertanian
yang sangat luas menjadikan kawasan ASEAN lebih menjamin untuk meningkatkan
pangan guna menunjang perekonomian masyarakatnya.
Kemandirian
pangan untuk memenuhi konsumsi nasional menjadi salah satu faktor sangat
penting untuk melangkah menjadi negara maju, karena itu pemerintah bertekad
bekerja keras untuk mencapai itu dengan menjadikan pangan sebagai fokus utama
pekerjaan pemerintah.
"Kemandirian
pangan menjadi salah satu kunci untuk menjadi negara maju, karena itu
pemerintah akan bekerja "habis-habisan" untuk menggapai surplus
pangan 10 juta ton,"kata Menteri Perekonomian Hatta Rajasa dalam acara
pengukuhan dirinya sebagai Ketua Dewan Pembina Kontak Tani Andalan Nasional
(KTNA) di Pendopo Kabupaten Malang Jawa Timur, Rabu.
Dia
mengatakan sebagai ujung tombak utama untuk mencapai kemandirian pangan yakni
para petani dan nelayan, maka pemerintah berkewajiban mendorong dan melindungi
petani agar mereka dapat mensejahterakan kehidupan keluarganya.
"Masalah
kemandirian pangan bukan hanya masalah penyediaan pangan dan harganya saja
tetapi juga bagaimana pemerintah mampu mensejahterakan petani dan keluarganya.
Kita harus memproteksi petani misalnya dengan memberikan berbagai
subsidi,"kata Hatta.
2.
PERMASALAHAN
a.
Peranan PMKRI
b.
Kemandirian Pangan
c.
Kerjasama Ekonomi dan Pangan
ASEAN
3.
Agar PMKRI pada umumnya dan
kita secara pribadi khususnya dapat memberikan peranan dalam mewujudkan kemandirian pangan baik di tingkat regional, nasional dan ASEAN.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Indonesia. Sebuah organisasi mahasiswa ekstra kampus yang
berdiri pada tanggal 25 Mei 1947 di Yogyakarta. Organisasi ini berskala
nasional dengan fungsi sebagai organisasi pembinaan yang berazaskan Pancasila,
dijiwai kekatolikan, dan bersemangat kemahasiswaan. PMKRI memiliki visi
terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati. Sedangkan
misi yang diusungnya adalah berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum
tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai
kekatolikan untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan
sejati.
2. Pengertian Kemandirian Pangan
Ketika kita berbicara mengenai kemandirian pangan, maka kita perlu
menyamakan pengertian kita mengenai kemandirian pangan terlebih dahulu.
Kemandirian pangan secara sederhana digambarkan dengan sebuah keadaan ketika
kita mampu memenuhi kebutuhan pangan strategis sendiri dan meminimalkan impor.
Saat ini kebijakan pangan kita adalah ketahanan pangan.
Ketahanan pangan adalah keadaan dimana kebutuhan pangan
kita cukup dan usaha untuk memenuhinya berasal dari produksi dalam negeri dan
impor. Perubahan kebijakan pangan dari ketahanan menuju kemandirian pangan
seutuhnya sangat penting. Sudah saatnya pemerintah dengan tegas medeklarasikan
bahwa arah dan kebijkan yang akan pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia
ambil mengarah untuk masuk dalam zona kemandirian pangan.
Selain kemandirian dan ketahanan pangan, ada satu konsep
lagi, yakni kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan bermakna lebih tinggi dari
kemandirian pangan. Dimana, pemenuhan kebutuhan pangan strategis dan non
strategis harus dilakukan secara optimal. Dari tiga buah konsep ini kemandirian
pangan adalah konsep ideal yang harus dan dapat dipilih oleh Indonesia kini.
Kita harus meminimalkan impor pangan karena tentu kita enggan jika salah satu
kebutukan pokok kita harus ‘bergantung’ dengan orang lain dan meminimalkan
impor ini merupakan salah satu enzim penting untuk mensejahterakan petani
Indonesia. Lalu bagaimana dengan Indonesia yang berkedaulatan pangan, hal ini
tentu tidak perlu dicoret dari tujuan dan cita – cita kita. Namun, untuk
mencapai Indonesia yang berkedaulatan pangan kita hendaknya melalui beberapa
langkah sebelumnya, yakni mewujudkan Indonesia yang berkemandirian pangan dan
sesungguhnya kemandirian pangan jika saat ini dapat diwujudkan sudah cukup baik
bagi petani dan masyarakat Indonesia yang lain.
2.1. Kerja Sama Asean Dalam Peningkatan
Kemandirian Pangan
a. Pertanian
Secara
umum kondisi pangan ASEAN pada tahun 2005/2006 stabil. ASEAN telah mampu
mencapai swasembada, khususnya untuk komoditi beras dan gula yang produksinya
melebihi kebutuhan di ASEAN. Untuk jagung dan kedelai, ASEAN masih mengandalkan
impor karena produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Dalam
skema kerja sama ASEAN Plus Three, 2 (dua) proyek telah dilaksanakan
sejak tahun 2004 – 2008, yaitu East Asia Emergency Rice Reserves (EAERR) dan
ASEAN Food Security Information System (AFSIS). Kegiatan EAERR terutama
difokuskan pada implementasi mekanisme pengadaan beras (stock release
mechanism) dan pemanfaatan cadangan beras darurat untuk kondisi bencana.
Sementara itu, kegiatan AFSIS difokuskan pada pembuatan jaringan informasi
mengenai ketahanan pangan dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam proyek
AFSIS, sebuah website telah dibentuk yang memberikan informasi mengenai
situasi dan perencanaan kebijakan ketahanan pangan di kawasan.
ASEAN juga
telah membentuk ASEAN General Guidelines on the Preparation and Handling of
Halal Food sebagai upaya memperluas perdagangan daging dan produk daging
intra-ASEAN.
Menanggapi
perkembangan krisis dunia yang berdampak pada sektor pangan, ASEAN sesuai
dengan usulan Presiden RI, telah menyusun sebuah skema strategis dan
komprehensif untuk memperkuat ketahanan pangan regional yang disebut ASEAN
Integrated Food Security (AIFS) Framework beserta rencana kerja
jangka menengah yang disebut Strategic Plan of Action on Food Security in
the ASEAN Region (SPA-FS). Para
Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN menyepakati untuk merekomendasikan
dokumen tersebut ke ASEAN Summit di Thailand, bulan Desember 2008.
Selanjutnya, kedua dokumen tersebut akan di-endorse oleh para Pemimpin
ASEAN melalui Bangkok Statement on Food Security in the ASEAN Region.
b.
Tanaman Pangan (Crops)
Sejak
tahun 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik untuk beberapa
komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi giling, jeruk (citrus),
mangga, kentang, dan anggrek potong dendrobium. Upaya harmonisasi phytosanitary
untuk komoditas-komoditas tersebut akan terus dilanjutkan khususnya untuk
pengembangan panduan importasi.
ASEAN
Plant Health Cooperation Network
(APHCN) telah dibentuk sebagai sarana untuk berbagi informasi mengenai
kesehatan tanaman di negara-negara anggota ASEAN. Saat ini, informasi mengenai
Undang-undang Karantina Tanaman dan persyaratan impor untuk Malaysia dan
Singapura telah tersedia di website APHCN. Dalam inisiatif ini, akan
dibentuk ASEAN Regional Diagnostic Initiative sebagai proyek percontohan
untuk mengatasi hambatan terhadap akses pasar produk pertanian.
Melalui
harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs) untuk pestisida, ASEAN terus
berupaya untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi perdagangan
dengan meminimalisir penggunaan pestisida dan memastikan keamanan pangan dan mencegah
kerusakan lingkungan. Dalam 29th ASEAN Ministerial Meeting on
Agriculture and Forestry (29th AMAF) di Bangkok, 2007,
ASEAN telah mengadopsi harmonisasi 99 MRL untuk 16 pestisida. Sebelumnya ASEAN
telah memiliki 658 MRL untuk 61 pestisida.
ASEAN terus berupaya
untuk melaksanakan upaya terpadu dalam mengharmonisasi standar dan kualitas,
jaminan keamanan pangan dan standarisasi sertifikasi perdagangan untuk
mendukung integrasi ekonomi dan meningkatkan daya saing produk-produk pertanian
dan kehutanan ASEAN di pasar internasional. Untuk itu, ASEAN telah mengadopsi
ASEAN Good Agricultural Practices (ASEAN GAP) mengenai penanganan
produksi, panen dan paska panen buah dan sayuran segar serta sejumlah produk
hortikultura lainnya berupa Standar ASEAN untuk mangga, nanas, durian, papaya, pumelo,
dan rambutan.
Sebagai upaya kawasan untuk mengendalikan penggunaan pestisida,
ASEAN telah memiliki website untuk lembaga pengawasan pestisida “aseanpest”
(http://agrolink.moa.my/doa/aseanpest) yang memberikan landasan untuk saling bertukar informasi dan database
serta penanganan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pemanfaatan
pestisida.
c.
Agricultural Training and Extension
ASEAN terus melanjutkan
program Pengelolaan Hama secara Terpadu (Integrated Pest Management/IPM)
untuk berbagai tanaman pangan, termasuk pengembangan modul pelatihan untuk
komoditas prioritas dan pengorganisasian pelatihan IPM di kawasan terhadap
komoditas prioritas tersebut. Komoditas dimaksud, di antaranya mangga, jeruk, bawang merah, beras, pumelo
dan kedelai. Pertukaran pejabat, pelatih dan petani terkait IPM untuk citrus
telah diorganisir oleh Thailand pada tanggal 10-16 Juni 2008.
Sejumlah
aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan petani telah pula
dilaksanakan, di antaranya: Regional Training on Edible and Medicinal
Mushroom Production Technology for ASEAN Extension Workers and Farmers (1-2
November 2008 di Viet Nam) serta pertukaran pejabat, pelatih dan petani yang
diorganisir di Palembang, Indonesia, tanggal 5-10 Juli 2007.
d.
Penelitian dan Pengembangan di bidang Pertanian
Kerjasama
Penelitian dan Pengembangan di bidang pertanian telah dimulai sejak 2005. Sejumlah aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan ASEAN Agricultural
Research and Development Information System (ASEAN ARDIS), ASEAN
Directory of Agricultural Research and Development Centres in ASEAN, dan
Guidelines for the Use of the Digital Information System.
2.2.Resiko/Dampak
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan
internasional yang sangat ketat dan bebas ditambah perubahan lingkungan
strategis domestik yang sangat cepat, akan membawa pengaruh dan implikasi yang
sangat besar terhadap upaya peningkatan daya saing produk pertanian strategis
nasional. Kondisi kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien
dan kualitas yang baik serta harga murah merupakan pijakan utama bagi
kelangsungan hidup usaha produk pertanian.
Data Pertumbuhan Impor dan Export
Produk Makanan dan Minuman Tahun 2009-2011
|
Trade
|
Value (US $)
|
Change (%)
|
||
|
2009
|
2010
|
2011
|
||
|
Impor
|
2,510,396,014
|
3,776,181,970
|
4,871,648,004
|
73.74
|
|
Ekspor
|
2,785,369,709
|
3,358,293,102
|
3,454,058,139
|
28.13
|
Sumber Data: Kemendag,
2012
Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan
kemampuan pelaku usaha berbasis produk pertanian merupakan faktor kunci
keberhasilan dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Dengan demikian,
ada 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan untuk mendukungnya, yaitu memperkuat
kebijakan makro dengan arah terciptanya sistem perdagangan yang kondusif
melalui berbagai instrumen kebijakan seperti kebijakan fiskal dengan memberikan
insentif bagi usaha di bidang pertanian, dan pengalokasian APBN dan APBD yang
memadai untuk pengembangan sektor pertanian dan pangan, serta dukungan
kebijakan perdagangan yang kuat melalui pemberian proteksi dan promosi bagi
produk-produk pertanian yang strategis.
Kondisi sistem perdagangan produk pertanian nasional
sering kali disoroti dan ditanggapi mengenai kinerja selama ini yang kurang
memuaskan berbagai pihak. Bahkan media massa selalu mengangkat berita sebagai
topik utamanya mengenai berbagai persoalan dan permasalahan yang menyangkut
produk pertanian domestik serta membanjirnya produk pertanian impor yang semakin
banyak beredar dipasaran. Disadari bahwa sorotan ini sangat erat kaitannya
dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing
produk pertanian, pemberian modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis
inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dalam persoalan ini kita memiliki dua buah objek atau variabel.
Objek/variabel pertama adalah jumlah penduduk dan yang kedua adalah jumlah
pangan. Terdapat dua teori agar kebutuhan pangan terpenuhi. Pertama, kita dapat
menurunkan jumlah penduduk hingga di bawah batas jumlah penduduk maksimal dalam
jumlah pangan yang ada, dimana jumlah pangan harus tetap. Kedua dan yang selama
ini kita pikirkan dan lakukan, yakni menaikan jumlah pangan hingga melampaui
jumlah penduduk yang ternyata tidak bisa tetap atau bahkan stabil. Kurva jumlah
penduduk dan pangan merupakan kuva yang selalu saling bersaing peningkatannya
tiap tahun. Apa gunanya jika kita terus menaikan produksi pangan dalam negeri
jika ternyata kenaikan populasi penduduknya tidak mau kalah naik.
SARAN
Jika keadaan seperti ini, maka berat sekali tugas dan tanggungjawab
orang – orang dalam ranah pertanian untuk menyediakan pangan dalam jumlah yang
cukup. Tambah lagi, krisis energi saat ini membuat usaha pemenuhan energi mulai
beralih bersumber dari pertanian. Selain itu pertumbuhan dan pembangunan saat
ini banyak merampas lahan – lahan pertanian untuk dialih fungsikan masuk dalam
sektor non pertanian, sehingga dari segi lahan pertanian juga terkendala.
Bahkan karena menurunnya ketersediaan air bersih untuk kehidupan manusia, maka
sektor pertanian harus mengurangi jatah penggunaan airnya. Sedangkan yang
terakhir berkaitan dengan rezim pasar bebas yang membuat petani kita kurang
bergairah bertani dan beralih pada sektor industri dan sektor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
WWW.Deskripsi.Com/Sinkatan/PMKRI.
UGM. Ikatan
Mahasiswa Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. 2011. Paradigma Pencapaian Kemandirian Pangan.
Yogjakarta.
WWW.Setkab.go.id/Artikel-5952-.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar