Menyadari sepenuhnya akan tugas dan tanggung jawab selaku bagian dari generasi
muda bangsa dan negara Republik Indonesia, dalam melihat kenyataan kehidupan
dan menegaranya bangsa Indonesia sekaligus untuk menyongsong hari depan bangsa
sebagaimana yang kita cita-citakan dalam Pancasila dan UUD 1945, maka kami,
Kelompok Cipayung (PP GMKI, Presidium GMNI, PB HMI, PB PMII, dan PP PMKRI)
menyatakan sikap dan pemikiran sebagai berikut:
a. Bahwa falsafah negara Pancasila yang merupakan landasan moral dan landasan
politik harus dilaksanakan secara jujur, murni, konsekuen, dan bertanggung
jawab.
b. Citra dan cita kebudayaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah
bersifat dan bercita-cita kerukunan hidup secara kekeluargaan,
hormat-menghormati, harga-menghargai dalam kehidupan sehari-hari, baik sebara
pribadi maupun kelompok, karena itu kekuasaan negara yang berdasarkan Pancasila
harus tumbuh dari bawah menurut kehendak aspirasi rakyat serta digunakan bagi
kepentingan rakyat.
c. Bahwa pengalaman hidup menegaranya bangsa Indonesia selama 11 tahun Orde
Baru ini, menunjukkan adanya indikasi-indikasi sebagai berikut:
1. Masih terasa dominannya cara berpikir dan pola budaya yang feodalistis dan
paternalistis,
2. Bahwa pelaksanaan demokrasi Pancasila belum
sepenuhnya mencerminkan kehidupan demokrasi yang memberikan tempat bagi
terselenggaranya suatu sistem pemerintahan/kekuasaan yang sepenuhnya didasarkan
kepada kehendak dan aspirasi rakyat,
3. Pembangunan yang tengah dilaksanakan dewasa ini memberikan peluang kepada
timbulnya kapitalisme baru seperti tercermin pada kenyataan yang ada saat ini
misalnya, makin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin, menumpuk modal/
kekayaan pada sekelompok masyarakat tertentu dan penyelewengan berupa korupsi,
manipulasi, komersialisasi jabatan semakin merajalela,
4. Bahwa sistem dan struktur kekuasaan yang ada saat ini, diberlakukan atau
bertendensi ke arah sistem yang monolitis sifatnya, dan cenderung
mempertahankan status quo dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
5. Sendi-sendi hukum dan kebebasan seringkali dikorbankan demi stabilitas
nasional.
d. Pada dasarnya hakikat kehidupan bernegara untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehiduan bangsa berdasarkan Pancasila. Maka tatanan kehidupan nasional yang
kita cita-citakan adalah sebagai berikut:
1. Sistem dan struktur kekuasaan yang didasarkan kepada kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya
sesuai dengan pasal 28 UUD 1945,
2. Sistem dan struktur kekuatan politik/ kepartaian yang ada harus ditata
kembali dengan tujuan otonomisasi dari kekuatan politik/ kepartaian,
3. Dalam meningkatkan partisipasi penuh dari masyarakat,
aspirasi yang tumbuh dari unsur-unsuratmpok-kelompok kemasyarakatan harus
mendapatkan tempat yang sewajarnya;
4. Dilaksanakannya pasal 33 UUD 1945 secara konsekuen dengan didasarkan adanya
kemauan dan keputusan politik yang berorientasi kepada terbentuknya suatu
kontrol yang demokratis.
Sebagai akibat dari terselenggaranya sistem politik/ kekuasaaan selama ini,
sistem dan pola kehidupan perguruan tinggi tidak menunjang berfungsinya
perguruan tinggi sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Terdapat
kecenderungan untuk menjadikan segenap unsur perguruan tinggi sebagai
subordinat dari struktur yang berkuasa, sehingga menyebabkan lemahnya peranan
perguruan tinggi khususnya mahasiswa dalam fungsi sosial kontrol, dan
menjadikan perguruan tinggi umumnya dan mahasiswa pada khususnya mahasiswa
dalam fungsi sosial kontrol, dan menjadikan perguruan tinggi umumnya dan
mahasiswa pada khususnya hanya sebagai alat pragmatis belaka dari pembangunan
dan miskin akan idealisme.
Untuk mengembalikan fungsi dan peranan perguruan tinggi sesuai dengan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, maka:
a. Otonomisasi perguruan tinggi dan kehidupan demokrasi di perguruan tinggi
harus dijamin dan dihormati.
b. Kebebasan mimbar/ilmiah sebagai attribute dasar perguruan tinggi, tidak
hanya terbatas pada ruang lingkup kampus tetapi harus mempunyai refleksi
kemasyarakatan sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
c. Otonomisasi lembaga-lembaga kemahasiswaan di dalam kehidupan perguruan
tinggi dalam aktivitas kemahasiswaan haruslah mendapat jaminan yang tercermin
di dalan statuta perguruan tinggi.
Jakarta, 15 Juni 1977
Pengurus Pusat GMKI Shirato Syafei S.Th., Ketua Umum, Tony Waworuntu,
Sekretaris Jenderal; Presidium GMNI Hadi Siswanto, Ketua; Karyanto W.,
Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar HMI Erwin Syahril, Ketua F. Shalahudin,
Wakil Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar PMII H. M. Abduh Paddare, Ketua Umum,
Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Chris Siner Key Timu,
Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal.
Senin, 04 November 2013
PENJELASAN TENTANG KERJA SAMA KELOMPOK CIPAYUNG
HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, PMII adalah organisasi mahasiswa sebagai penerus dan
pewaris bangsa di masa depan yang secara sosial kultural datang dari kelompok
sosial yang berbeda-beda, namun telah berangkat untuk menyelenggarakan forum
dialog/ komunikasi bersama dalam suatu pertemuan di Cipayung, untuk menghindari
disintegrasi yang terjadi pada masa lampau. Dalam pertemuan-pertemuan Kelompok
Cipayung, yang hendak dikaji selain tema yang berhubungan dengan generasi muda
dan pembangunan, juga hendak dibuktikan kepada masyarakat adanya usaha untuk
menjalin pertemuan kultural dari aneka kelompok sosial yang berbeda dan yang
pada masa terdahulu pernah saling bertentangan.
Disadari bahwa pertentangan antarkelompok sosial bukan saja tidak menguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi lebih jauh dari itu yakni, merugikan cita-cita bangsa secara keseluruhan. Lahirnya Kelompok Cipayung merupakan suatu manifestasi dari penghayatan bersama terhadap masalah di atas. Menyadari akan pentingnya persatuan dan kesatuan, syarat terselenggaranya upaya nyata menuju bangsa dan negara yang dicita-citakan, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila; HMI-PMII-PMKRI-GMKI, dan GMNI sebagai generasi muda bangsa dengan kesadaran dan rasa kebersamaan merasa perlu untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan.
Dalam perjalanannya, Kelompok Cipayung telah menyelesaikan pertemuan-pertemuan yang menghasilkan:
A. Pertemuan I, Januari 1972, 'Indonesia Yang Kita Cita-citakan
sebagai suatu pemahaman dan perwujudan bersama terhadap Indonesia yang kita warisi untuk masa mendatang. B. Pertemuan II, April 1972, 'Perencanaan Masyarakat dan Tanggung Jawab Generasi Muda' sebagai suatupemahaman dan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam perencanaan masyarakat menuju Indonesia yang kita cita-citakan. C. Pertemuan III, Januari 1976, 'Meningkatkan Kebersamaan Menuju Indonesia yang Kita Cita-citakan' dan ‘Pembinaan Generasi Muda yang Berkepribadian' sebagai suatu pemahaman tentang perlunya diperluas keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
Selain dari pada itu, dalam merealisasikan ide Kelompok Cipayung di tingkat pusat telah pula diwujudkan sarana-sarana operasional dalam bentuk, antara lain Komite Kerja Kelompok Cipayung, dan bulletin Cipayung. Dengan menyadari bahwa ide kebersamaan ini adalah milik kita bersama, dan merupakan suatu hakikat yang telah ada di tengah-tengah, oleh karena itu, dalam pertemuan III Kelompok Cipayung dirasakan perlunya kebersamaan ini dapat ditingkatkan dan diwujudkan di daerah Saudara-saudara.
Demikianlah penjelasan ini, kami sampaikan untuk menjadi perhatian Saudara-saudara.
Jakarta, 5 Agustus 1976
Pengurus Besar HMI Ridwan Saidi, Ketua Umum, Chumaidi Sjarif Romas, Ketua I; Pengurus Besar PMII H. Madjidie Syah, Ketua, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat GMKI Shirato Syafei S. Th., Ketua Umum, Tony Waworuntu, Sekretaris Jenderal; Presidium GMNI F. As. Alwie, Ketua II, M. Dien Amin, Wakil Sekretaris Jenderal.
Disadari bahwa pertentangan antarkelompok sosial bukan saja tidak menguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi lebih jauh dari itu yakni, merugikan cita-cita bangsa secara keseluruhan. Lahirnya Kelompok Cipayung merupakan suatu manifestasi dari penghayatan bersama terhadap masalah di atas. Menyadari akan pentingnya persatuan dan kesatuan, syarat terselenggaranya upaya nyata menuju bangsa dan negara yang dicita-citakan, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila; HMI-PMII-PMKRI-GMKI, dan GMNI sebagai generasi muda bangsa dengan kesadaran dan rasa kebersamaan merasa perlu untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan.
Dalam perjalanannya, Kelompok Cipayung telah menyelesaikan pertemuan-pertemuan yang menghasilkan:
A. Pertemuan I, Januari 1972, 'Indonesia Yang Kita Cita-citakan
sebagai suatu pemahaman dan perwujudan bersama terhadap Indonesia yang kita warisi untuk masa mendatang. B. Pertemuan II, April 1972, 'Perencanaan Masyarakat dan Tanggung Jawab Generasi Muda' sebagai suatupemahaman dan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam perencanaan masyarakat menuju Indonesia yang kita cita-citakan. C. Pertemuan III, Januari 1976, 'Meningkatkan Kebersamaan Menuju Indonesia yang Kita Cita-citakan' dan ‘Pembinaan Generasi Muda yang Berkepribadian' sebagai suatu pemahaman tentang perlunya diperluas keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
Selain dari pada itu, dalam merealisasikan ide Kelompok Cipayung di tingkat pusat telah pula diwujudkan sarana-sarana operasional dalam bentuk, antara lain Komite Kerja Kelompok Cipayung, dan bulletin Cipayung. Dengan menyadari bahwa ide kebersamaan ini adalah milik kita bersama, dan merupakan suatu hakikat yang telah ada di tengah-tengah, oleh karena itu, dalam pertemuan III Kelompok Cipayung dirasakan perlunya kebersamaan ini dapat ditingkatkan dan diwujudkan di daerah Saudara-saudara.
Demikianlah penjelasan ini, kami sampaikan untuk menjadi perhatian Saudara-saudara.
Jakarta, 5 Agustus 1976
Pengurus Besar HMI Ridwan Saidi, Ketua Umum, Chumaidi Sjarif Romas, Ketua I; Pengurus Besar PMII H. Madjidie Syah, Ketua, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat GMKI Shirato Syafei S. Th., Ketua Umum, Tony Waworuntu, Sekretaris Jenderal; Presidium GMNI F. As. Alwie, Ketua II, M. Dien Amin, Wakil Sekretaris Jenderal.
POKOK-POKOK PIKIRAN KELOMPOK CIPAYUNG III
Pendahuluan
Belajar dari sejarah perjuangan bangsa dan negara, serta didasari bahwa Indonesia yang dicita-citakan hanya dapat dibangun dengan tekad dan usaha bersama dari generasi ke generasi. Menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan sebagai syarat terselenggaranya upaya nyata menuju bangsa dan negara yang dicita-citakan, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka HMI, PMII, PMKRI, GMKI, dan GMNI sebagai generasi muda bangsa dengan keikhlasan dan rasa kebersamaan merasa perlu untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan dengan menghayati dan mendalami, serta mengembangkan Kesepakatan Cipayung.
Berdasar pada keyakinan bahwa perjuangan merebut kemerdekaan bangsa adalah perjuangan bersama segenap rakyat Indonesia dan bahwa kemerdekaan, serta negara kesatuan Republik Indonesia adalah milik bersama segenap rakyat, maka usaha terwujudnya Indonesia yang kita cita-citakan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama. Dalam proses pencapaian cita-cita itu melalui bentuk aktivitas pembangunan, penghayatan yang mendasar akan makna kebersamaan adalah penting. Yakni kebersamaan dalam pengertian perencanaan, pelaksanaan maupun pemerataan hasil pembangunan, sekaligus kebersamaan dalam berbagai segi dalam pembangunan sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Sebagian dari aktivitas pembangunan masyarakat dan manusia seutuhnya, salah satu dimensinya berupa upaya menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang bertangung jawab atas masa depan negara dan bangsa. Generasi muda yang dimaksudkan adalah generasi muda yang tidak hanya memiliki keterampilan serta menguasai ilmu dan teknologi, tetapi sekaligus harus memiliki kepribadian manusia Indonesia.
Menyadari bahwa masalah pembangunan generasi muda adalah masalah yang kompleks, membutuhkan pemikiran serius, kejelasan dan ketetapan pola konsepsi, ketekunan yang terus-menerus serta sarana yang memadai, maka dalam hal ini perlu adanya pemahaman bersama terhadap sistem dan sarana pembinaan dalam pengertian melihat generasi muda sebagai individu maupun makhluk sosial. Pada dasarnya, tuntutan pokok dari suatu masyarakat yang berdaulat adalah kemampuan merencanakan masyarakat yang akan dibangun. Demikian juga, bangsa Indonesia harus mampu merencanakan berdasarkan potensi-potensi serta kemampuan yang ada di dalam masyarakat, dengan menghayati jalannya sejarah bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Dalam pada itu, pelaksanaan dari pembangunan memerlukan pengawasan sosial yang tidak terlambat, khususnya dari aparat-aparat yang berwenang.
Pembinaan Generasi Muda
1. Pada dasarnya pembinaan generasi muda itu menjadi tanggung jawab generasi muda sendiri, sebab secara psikopedagogis akan menumbuhkan satu generasi bangsa yang mampu berdiri sendiri. 2. Dasar umum tentang pembinaan generasi muda telah ditetapkan dalam GBHN. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan GBHN, hendaknya pemerintah lebih mengutamakan penciptaan iklim tumbuh dan berkembangnya kreativitas serta kepribadian generasi muda yang sesuai dengan proses aktualisasi dirinya dengan segala hasrat dan aspirasinya. 3. Secara faktual, keanekaragaman dalam masyarakat adalah merupakan kelaziman kultural, dan hal ini tercermin juga dalam kehidupan generasi muda Indonesia. Agar kelaziman itu berjalan secara dinamis dan kondusif untuk pembangunan, maka diperlukan komunikasi secara terbuka dan setaraf antara unsur-unsur generasi muda yang ada. Dalam hubungannya dengan pembinaan generasi muda, maka pendekatan yang dilakukannya pembinaan secara comprehensive dalam pengertian seluruh unsur dalam masyarakat merupakan subyek pembinaan.
Oleh sebab itu, generasi sebelumnya hendaknya memberikan teladan yang benar dan baik, juga generasi tua, khususnya pemuka-pemuka masyarakat harus melaksanakan hidup yang bersifat kerakyatan.
Umum
A. Untuk peningkatan kebersamaan dalam pembangunan, maka perlu terciptanya suatu sistem pemerintahan yang sehat, efektif dan bersih dalam melaksanakam political commitment dari semua pihak. B. Dalam hubungan dengan pelaksanaan di atas, maka usaha-usaha pengembangan dan pembinaan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terus-menerus. Oleh karenanya perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kebebasan pers hendaknya dihargai oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, serta kepada pers sendiri diharapkan untuk melaksanakan fungsinya secara bertanggung jawab. Ancaman berupa apapun, baik fisik maupun pemberangusan tidak pantas diperdengarkan apalagi dilaksanakan.
b. Sikap responsif dari pemerintah dalam menanggapi koreksi-koreksi yang timbul dalam masyarakat, diperlukan dalam rangka membina tatanan yang mampu menyalurkan rasa tanggung jawab seluruh rakyat. Untuk itu, tatanan politik nasional harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus, agar tatanan sungguh-sungguh berfungsi.
c. Dalam menunjang tatanan politik di atas yang dibarengi oleh proses pergeseran nilai budaya, sistem hukum, pranata-pranata sosial/ identitas, maka diperlukan suatu kebijaksanaan yang pasti dan mantap sehingga memungkinkan terlaksananya rencana-rencana pembangunan.
d. Di lain pihak, pembangunan ini perlu menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyangkut keadilan sosial antara lain:
1. Menyehatkan aparat pelaksana perpajakan,
2. Menghentikan proses perpindahan kekayaan desa ke kota, dan kekayaan bangsa ke luar negeri,
3. Melaksanakan land reform dan bagi hasil secara konsekuen sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Cipayung, 25 Januari 1976
Kelompok Cipayung
Pengurus Besar HMI Ridwan Saidi, Ketua Umum, Saleh Elwaini, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat GMKI Ir. Natigor Siagian, Ketua Umum, Shirato Syaifei, Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar PMII Drs. H.M. Abduh Paddare, Ketua Umum, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Dewan Pengurus Pusat GMNI Drs. Soerjadi, Ketua Umum, Dien M. Amin, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Drs. Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal.
Belajar dari sejarah perjuangan bangsa dan negara, serta didasari bahwa Indonesia yang dicita-citakan hanya dapat dibangun dengan tekad dan usaha bersama dari generasi ke generasi. Menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan sebagai syarat terselenggaranya upaya nyata menuju bangsa dan negara yang dicita-citakan, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka HMI, PMII, PMKRI, GMKI, dan GMNI sebagai generasi muda bangsa dengan keikhlasan dan rasa kebersamaan merasa perlu untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan dengan menghayati dan mendalami, serta mengembangkan Kesepakatan Cipayung.
Berdasar pada keyakinan bahwa perjuangan merebut kemerdekaan bangsa adalah perjuangan bersama segenap rakyat Indonesia dan bahwa kemerdekaan, serta negara kesatuan Republik Indonesia adalah milik bersama segenap rakyat, maka usaha terwujudnya Indonesia yang kita cita-citakan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama. Dalam proses pencapaian cita-cita itu melalui bentuk aktivitas pembangunan, penghayatan yang mendasar akan makna kebersamaan adalah penting. Yakni kebersamaan dalam pengertian perencanaan, pelaksanaan maupun pemerataan hasil pembangunan, sekaligus kebersamaan dalam berbagai segi dalam pembangunan sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Sebagian dari aktivitas pembangunan masyarakat dan manusia seutuhnya, salah satu dimensinya berupa upaya menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang bertangung jawab atas masa depan negara dan bangsa. Generasi muda yang dimaksudkan adalah generasi muda yang tidak hanya memiliki keterampilan serta menguasai ilmu dan teknologi, tetapi sekaligus harus memiliki kepribadian manusia Indonesia.
Menyadari bahwa masalah pembangunan generasi muda adalah masalah yang kompleks, membutuhkan pemikiran serius, kejelasan dan ketetapan pola konsepsi, ketekunan yang terus-menerus serta sarana yang memadai, maka dalam hal ini perlu adanya pemahaman bersama terhadap sistem dan sarana pembinaan dalam pengertian melihat generasi muda sebagai individu maupun makhluk sosial. Pada dasarnya, tuntutan pokok dari suatu masyarakat yang berdaulat adalah kemampuan merencanakan masyarakat yang akan dibangun. Demikian juga, bangsa Indonesia harus mampu merencanakan berdasarkan potensi-potensi serta kemampuan yang ada di dalam masyarakat, dengan menghayati jalannya sejarah bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Dalam pada itu, pelaksanaan dari pembangunan memerlukan pengawasan sosial yang tidak terlambat, khususnya dari aparat-aparat yang berwenang.
Pembinaan Generasi Muda
1. Pada dasarnya pembinaan generasi muda itu menjadi tanggung jawab generasi muda sendiri, sebab secara psikopedagogis akan menumbuhkan satu generasi bangsa yang mampu berdiri sendiri. 2. Dasar umum tentang pembinaan generasi muda telah ditetapkan dalam GBHN. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan GBHN, hendaknya pemerintah lebih mengutamakan penciptaan iklim tumbuh dan berkembangnya kreativitas serta kepribadian generasi muda yang sesuai dengan proses aktualisasi dirinya dengan segala hasrat dan aspirasinya. 3. Secara faktual, keanekaragaman dalam masyarakat adalah merupakan kelaziman kultural, dan hal ini tercermin juga dalam kehidupan generasi muda Indonesia. Agar kelaziman itu berjalan secara dinamis dan kondusif untuk pembangunan, maka diperlukan komunikasi secara terbuka dan setaraf antara unsur-unsur generasi muda yang ada. Dalam hubungannya dengan pembinaan generasi muda, maka pendekatan yang dilakukannya pembinaan secara comprehensive dalam pengertian seluruh unsur dalam masyarakat merupakan subyek pembinaan.
Oleh sebab itu, generasi sebelumnya hendaknya memberikan teladan yang benar dan baik, juga generasi tua, khususnya pemuka-pemuka masyarakat harus melaksanakan hidup yang bersifat kerakyatan.
Umum
A. Untuk peningkatan kebersamaan dalam pembangunan, maka perlu terciptanya suatu sistem pemerintahan yang sehat, efektif dan bersih dalam melaksanakam political commitment dari semua pihak. B. Dalam hubungan dengan pelaksanaan di atas, maka usaha-usaha pengembangan dan pembinaan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terus-menerus. Oleh karenanya perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kebebasan pers hendaknya dihargai oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, serta kepada pers sendiri diharapkan untuk melaksanakan fungsinya secara bertanggung jawab. Ancaman berupa apapun, baik fisik maupun pemberangusan tidak pantas diperdengarkan apalagi dilaksanakan.
b. Sikap responsif dari pemerintah dalam menanggapi koreksi-koreksi yang timbul dalam masyarakat, diperlukan dalam rangka membina tatanan yang mampu menyalurkan rasa tanggung jawab seluruh rakyat. Untuk itu, tatanan politik nasional harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus, agar tatanan sungguh-sungguh berfungsi.
c. Dalam menunjang tatanan politik di atas yang dibarengi oleh proses pergeseran nilai budaya, sistem hukum, pranata-pranata sosial/ identitas, maka diperlukan suatu kebijaksanaan yang pasti dan mantap sehingga memungkinkan terlaksananya rencana-rencana pembangunan.
d. Di lain pihak, pembangunan ini perlu menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyangkut keadilan sosial antara lain:
1. Menyehatkan aparat pelaksana perpajakan,
2. Menghentikan proses perpindahan kekayaan desa ke kota, dan kekayaan bangsa ke luar negeri,
3. Melaksanakan land reform dan bagi hasil secara konsekuen sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Cipayung, 25 Januari 1976
Kelompok Cipayung
Pengurus Besar HMI Ridwan Saidi, Ketua Umum, Saleh Elwaini, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat GMKI Ir. Natigor Siagian, Ketua Umum, Shirato Syaifei, Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar PMII Drs. H.M. Abduh Paddare, Ketua Umum, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Dewan Pengurus Pusat GMNI Drs. Soerjadi, Ketua Umum, Dien M. Amin, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Drs. Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal.
Kesimpulan Umum Cipayung II Tentang PERENCANAAN MASYARAKAT DAN TANGGUNG JAWAB GENERASI MUDA
Latar Belakang
Kecenderungan yang paling nyata pada dekade 70 adalah adanya hasrat yang kuat terhadap pembangunan untuk mewujudkan Indonesia yang kita cita-citakan dan adanya minat yang besar dari semua pihak terhadap persoalan-persoalan generasi muda, aneka pikiran dan pendapat tentang mereka yang akhirnya mempunyai tujuan yang sama: pembinaan generasi muda adalah penting.
Pentingnya pembinaan ini adalah selain karena semua pihak ingin menghindari terjadinya kerenggangan antargenerasi, bahkan lebih dari itu bagaimana generasi muda mengambil peranan bersama-sama dengan generasi sebelum dan sesudahnya di dalam proses pembaharuan dan pembangunan masyarakat dapat dijabarkan.
GMNI, HMI, GMKI, PMKRI, dan PMII adalah organisasi-organisasi yang secara sosiokultural datang dari kelompok sosial yang berbeda-beda, kali ini mensponsori kembali pertemuan Cipayung II yang juga dihadiri oleh eksponen generasi muda lainnya. Dengan pertemuan Cipayung yang hendak dikaji, selain tema yang berhubungan dengan generasi muda dan pembangunan, juga hendaknya dibuktikan kepada masyarakat adanya usaha untuk menjalin pertemuan kultural dari aneka kelompok sosial yang berbeda dan yang pada masa terdahulu pernah saling bertentangan.
Disadari bahwa pertentangan antarkelompok sosial bukan saja tidak menguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi lebih jauh dari itu merugikan bangsa secara keseluruhan. Di dalam rangka itu, perencanaan masyarakat dan tanggung jawab generasi muda adalah masalah pokok kita dewasa ini.
Perencanaan Masyarakat
Tuntutan pokok dari suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat adalah kemampuan merencanakan masyarakatnya yang akan dibangun. Demikian juga bangsa Indonesia harus mampu merencanakan masyarakat berdasarkan potensi-potensi, serta kemampuan yang ada dalam masyarakat dengan menghayati jalannya sejarah bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia ini.
Bagi Indonesia kini dan pada masa yang akan datang perencanaan masyarakat itu adalah menetapkan strategi, prioritas, serta menggariskan langkah-langkah kebijaksanaan melalui pembaharuan dan pembangunan masyarakat yang diperlakukan. Perencanaan masyarakat tersebut dapat dibayangkan dan diperhitungkan secara jelas dan matang oleh semua lapisan masyarakat, generasi demi generasi dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Mukadimah UUD 1945 serta keseluruhan bulat UUD 1945 berdasarkan Pancasila.
Ini dimulai dalam berbagai rencana pembangunan bangsa kita pada masa lalu, kini dan terus berjalan pada masa yang akan datang, atas kasih dan anugerah, serta perkenan Tuhan Yang Maha Esa.
Kini dalam rangka lingkup perencanaan masyarakat perlu dipertegas strategi yang jelas dalam pembangunan maupun rencana pembaruan struktur masyarakat, yang diperlukan dalam strategi keadilan sosial. Strategi keadilan sosial perlu mendapat pertimbangan baru dalam pembangunan ekonomi untuk mempercepat ketahanan dan kemampuan kita berdiri di atas kaki sendiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Di dalam pelaksanaan strategi keadilan sosial hendaknya perhatian yang lebih besar diberikan kepada generasi muda sebagai lapisan masyarakat yang terbesar dewasa ini. Hal ini perlu ditegaskan karena Indonesia di masa datang akan menghadapi persoalan-persoalan keadilan sosial yang mungkin lebih besar dibandingkan dengan dewasa ini. Persoalan sekarang adalah:
(1) kesempatan turut serta dan menentukan pembangunan itu
(2) pendidikan dan latihan untuk berpikir dan bekerja,
(3) tersedianya lapangan kerja seluas mungkin.
Sewajarnya masalah ini menjadi kriteria-kriteria yang berwibawa dan menentukan prioritas, serta menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai strategi keadilan sosial itu. Wadah-wadah pengambilan keputusan dalam negara dan masyarakat seyogyanya memperhatikan strategi dan prioritas ini.
Tanggung Jawab Generasi Muda
Manusia sebagai tujuan dari perencanaan masyarakat, sekaligus sebagai pelaksana yang amat menentukan hasil perencanaan pembangunan masyarakat itu sendiri. Karenanya menjadi faktor penghambat utama dari proses pembangunan, apabila moralitas dan sistem nilai, mentalitas serta intelektualitasnya tidak memenuhi syarat, di samping faktor penghambat lainnya, yaitu struktur, pranata, sistem, dan metode dalam mana para pelaksana itu bekerja.
Perencanaan masyarakat ditujukan untuk membangun masa depan. Masa depan ini tanggung jawab dan kepemimpinannya akan dipegang oleh generasi muda masa kini, karenanya ia harus berani menilai faktor-faktor dasar pembangunan tersebut. Adalah tugas dan tanggung jawab generasi muda untuk berpartisipasi
secara kreatif di dalam pembangunan, kini dan masa datang.
Untuk itu, sesuai dengan tuntutan dasar pembangunan, salah satu tugas pokok generasi muda adalah membina dirinya secara intensif, baik dalam pembinaan mental spiritual dan intelektualitasnya maupun dalam melatih keterampilan sosial dan teknisnya, agar kepemimpinan dan partisipasinya di masa depan berhasil.
Hal ini hanyalah mungkin apabila ia mendapat kesempatan untuk belajar dan berlatih secara intensif dalam perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang bermutu. Organisasi mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda, berkewajiban membantu perguruan tinggi menjalankan tugas ini. Tugas pembinaan kepribadian generasi muda secara paripurna menuntut pula perhatian dari pihak pemerintah dan generasi terdahulu, karena perkembangan masyarakat dan pembinaan generasi adalah suatu proses yang kontinyu. Di dalam pembangunan masyarakat negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyimpangan-penyimpangan sering terjadi, bahkan mungkin terjadi deviasi-deviasi keadilan sosial dan demokrasi yang merupakan nilai-nilai asasi kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi. Di sini generasi muda bertugas dan bertanggung jawab untuk selalu berpartisipasi dengan melaksanakan sosial kontrol dan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pembangunan.
Dia harus mengingatkan masyarakat dan pemerintah agar jangan sampai meninggalkan tujuan, motivasi dan orientasi pembangunan yaitu, manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Untuk itu generasi muda harus mendalami masalah-masalah yang ada. Karenanya mutlak perlu untuk selalu berkomunikasi dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan agar dapat ditemukan jalan keluarnya. Generasi muda adalah product in process dalam masyarakat, oleh karenanya generasi muda berpartisipasi sesuai dengan fungsi, kapasitas, dan watak
alamiahnya.
Demikianlah generasi muda harus betul-betul tampil sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam proses pembangunan bangsa ini.
Cipayung, 16 April 1972
STEERING-COMMITTEE PERTEMUAN CIPAYUNG II
1. Ridwan Saidi 2. Gambar Anom 3. Soerjadi 4. Budihardjono 5. Natigor Siagian 6. Janes Hutagalung 7. Chris Siner Key Timu 8. Eko Tjokrodjojo
Kecenderungan yang paling nyata pada dekade 70 adalah adanya hasrat yang kuat terhadap pembangunan untuk mewujudkan Indonesia yang kita cita-citakan dan adanya minat yang besar dari semua pihak terhadap persoalan-persoalan generasi muda, aneka pikiran dan pendapat tentang mereka yang akhirnya mempunyai tujuan yang sama: pembinaan generasi muda adalah penting.
Pentingnya pembinaan ini adalah selain karena semua pihak ingin menghindari terjadinya kerenggangan antargenerasi, bahkan lebih dari itu bagaimana generasi muda mengambil peranan bersama-sama dengan generasi sebelum dan sesudahnya di dalam proses pembaharuan dan pembangunan masyarakat dapat dijabarkan.
GMNI, HMI, GMKI, PMKRI, dan PMII adalah organisasi-organisasi yang secara sosiokultural datang dari kelompok sosial yang berbeda-beda, kali ini mensponsori kembali pertemuan Cipayung II yang juga dihadiri oleh eksponen generasi muda lainnya. Dengan pertemuan Cipayung yang hendak dikaji, selain tema yang berhubungan dengan generasi muda dan pembangunan, juga hendaknya dibuktikan kepada masyarakat adanya usaha untuk menjalin pertemuan kultural dari aneka kelompok sosial yang berbeda dan yang pada masa terdahulu pernah saling bertentangan.
Disadari bahwa pertentangan antarkelompok sosial bukan saja tidak menguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi lebih jauh dari itu merugikan bangsa secara keseluruhan. Di dalam rangka itu, perencanaan masyarakat dan tanggung jawab generasi muda adalah masalah pokok kita dewasa ini.
Perencanaan Masyarakat
Tuntutan pokok dari suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat adalah kemampuan merencanakan masyarakatnya yang akan dibangun. Demikian juga bangsa Indonesia harus mampu merencanakan masyarakat berdasarkan potensi-potensi, serta kemampuan yang ada dalam masyarakat dengan menghayati jalannya sejarah bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia ini.
Bagi Indonesia kini dan pada masa yang akan datang perencanaan masyarakat itu adalah menetapkan strategi, prioritas, serta menggariskan langkah-langkah kebijaksanaan melalui pembaharuan dan pembangunan masyarakat yang diperlakukan. Perencanaan masyarakat tersebut dapat dibayangkan dan diperhitungkan secara jelas dan matang oleh semua lapisan masyarakat, generasi demi generasi dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Mukadimah UUD 1945 serta keseluruhan bulat UUD 1945 berdasarkan Pancasila.
Ini dimulai dalam berbagai rencana pembangunan bangsa kita pada masa lalu, kini dan terus berjalan pada masa yang akan datang, atas kasih dan anugerah, serta perkenan Tuhan Yang Maha Esa.
Kini dalam rangka lingkup perencanaan masyarakat perlu dipertegas strategi yang jelas dalam pembangunan maupun rencana pembaruan struktur masyarakat, yang diperlukan dalam strategi keadilan sosial. Strategi keadilan sosial perlu mendapat pertimbangan baru dalam pembangunan ekonomi untuk mempercepat ketahanan dan kemampuan kita berdiri di atas kaki sendiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Di dalam pelaksanaan strategi keadilan sosial hendaknya perhatian yang lebih besar diberikan kepada generasi muda sebagai lapisan masyarakat yang terbesar dewasa ini. Hal ini perlu ditegaskan karena Indonesia di masa datang akan menghadapi persoalan-persoalan keadilan sosial yang mungkin lebih besar dibandingkan dengan dewasa ini. Persoalan sekarang adalah:
(1) kesempatan turut serta dan menentukan pembangunan itu
(2) pendidikan dan latihan untuk berpikir dan bekerja,
(3) tersedianya lapangan kerja seluas mungkin.
Sewajarnya masalah ini menjadi kriteria-kriteria yang berwibawa dan menentukan prioritas, serta menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai strategi keadilan sosial itu. Wadah-wadah pengambilan keputusan dalam negara dan masyarakat seyogyanya memperhatikan strategi dan prioritas ini.
Tanggung Jawab Generasi Muda
Manusia sebagai tujuan dari perencanaan masyarakat, sekaligus sebagai pelaksana yang amat menentukan hasil perencanaan pembangunan masyarakat itu sendiri. Karenanya menjadi faktor penghambat utama dari proses pembangunan, apabila moralitas dan sistem nilai, mentalitas serta intelektualitasnya tidak memenuhi syarat, di samping faktor penghambat lainnya, yaitu struktur, pranata, sistem, dan metode dalam mana para pelaksana itu bekerja.
Perencanaan masyarakat ditujukan untuk membangun masa depan. Masa depan ini tanggung jawab dan kepemimpinannya akan dipegang oleh generasi muda masa kini, karenanya ia harus berani menilai faktor-faktor dasar pembangunan tersebut. Adalah tugas dan tanggung jawab generasi muda untuk berpartisipasi
secara kreatif di dalam pembangunan, kini dan masa datang.
Untuk itu, sesuai dengan tuntutan dasar pembangunan, salah satu tugas pokok generasi muda adalah membina dirinya secara intensif, baik dalam pembinaan mental spiritual dan intelektualitasnya maupun dalam melatih keterampilan sosial dan teknisnya, agar kepemimpinan dan partisipasinya di masa depan berhasil.
Hal ini hanyalah mungkin apabila ia mendapat kesempatan untuk belajar dan berlatih secara intensif dalam perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang bermutu. Organisasi mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda, berkewajiban membantu perguruan tinggi menjalankan tugas ini. Tugas pembinaan kepribadian generasi muda secara paripurna menuntut pula perhatian dari pihak pemerintah dan generasi terdahulu, karena perkembangan masyarakat dan pembinaan generasi adalah suatu proses yang kontinyu. Di dalam pembangunan masyarakat negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyimpangan-penyimpangan sering terjadi, bahkan mungkin terjadi deviasi-deviasi keadilan sosial dan demokrasi yang merupakan nilai-nilai asasi kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi. Di sini generasi muda bertugas dan bertanggung jawab untuk selalu berpartisipasi dengan melaksanakan sosial kontrol dan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pembangunan.
Dia harus mengingatkan masyarakat dan pemerintah agar jangan sampai meninggalkan tujuan, motivasi dan orientasi pembangunan yaitu, manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Untuk itu generasi muda harus mendalami masalah-masalah yang ada. Karenanya mutlak perlu untuk selalu berkomunikasi dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan agar dapat ditemukan jalan keluarnya. Generasi muda adalah product in process dalam masyarakat, oleh karenanya generasi muda berpartisipasi sesuai dengan fungsi, kapasitas, dan watak
alamiahnya.
Demikianlah generasi muda harus betul-betul tampil sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam proses pembangunan bangsa ini.
Cipayung, 16 April 1972
STEERING-COMMITTEE PERTEMUAN CIPAYUNG II
1. Ridwan Saidi 2. Gambar Anom 3. Soerjadi 4. Budihardjono 5. Natigor Siagian 6. Janes Hutagalung 7. Chris Siner Key Timu 8. Eko Tjokrodjojo
GARIS BESAR PROGRAM KERJA DAN PENGELOLAAN PERTEMUAN CIPAYUNG
Pengantar
A. Di dalam rapat yang diadakan pada tanggal 23 April 1972 bertempat di Jalan Sam Ratulangi 1 Jakarta, Komite Kerja Pertemuan Cipayung berkesimpulan bahwa untuk dapat merealisasikan secara konkrit hasil-hasil dan kesimpulan dari pertemuan Cipayung I dan II perlu disusun secara konkrit dan sistematis dua hal:
a. Garis Besar Program Kerja dari Kelompok Cipayung
b. Garis Besar Tata kerja dan Pengelolaan dari Komite Kerja dan Kelompok Cipayung
B. Agar supaya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, garis-garis besar program kerja, tata kerja, dan pengelolaan dari Komite Kerja dan Kelompok Cipayung perlu diperinci serta disistematisasi terlebih jauh secara konkrit dan riil.
Garis Besar Program Kerja Kelompok Cipayung
A. Dasar : Seluruh dokumen dan kesimpulan pertemuan Cipayung.
B. Tujuan : Mewujudkan secara konkrit, efektif dan efisien seluruh kesimpulan dari pertemuan-pertemuan Cipayung, sehingga dapat ditingkatkan integrasi sesama generasi dan antargenerasi, dalam rangka peningkatan partisipasinya di dalam usaha memajukan masyarakat menuju ‘Indonesia yang Kita cita-citakan’.
C. Program :
a. Bidang pemikiran/ aspirasi:
1. Membina komunikasi baik di tingkat pusat maupun di daerah tidak hanya antara sesama generasi muda, tetapi juga antara generasi muda dengan pemerintah dan masyarakat;
2. Mengusahakan perluasan area of agreement antara sesama generasi muda maupun generasi sebelumnya, baik sipil maupun militer di dalam pemikiran-pemikiran aspirasi dasar mengenai kehidupan bermasyarakat dari Indonesia yang sekarang dan yang kita cita-citakan, mengenai dunia perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan di Indonesia sekarang dan masa datang, tidak saja di tingkat pusat tetapi juga di tingkat daerah sehingga integrasi dan partisipasi mahasiswa di dalam memajukan masyarakat Indonesia menjadi semakin nyata efektif dan efisien;
3. Area of agreement dan komunikasi ini dicapai melalui:
3.1. Pertemuan-pertemuan periodik di tingkat nasional dan lokal misalnya pertemuan-pertemuan Cipayung dan pertemuan-pertemuan di daerah,
3.2. Pertemuan-pertemuan kontinyu formal maupun informal untuk membahas follow-up dan implementasi dari pertemuan-pertemuan di atas,
3.3. Hasil dari pertemuan-pertemuan ini hendaknya disampaikan dari pusat ke daerah dan sebaliknya, serta antardaerah yang lain untuk dijadikan pedoman dan bahan informasi.
b. Bidang kegiatan:
1. Kegiatan kemahasiswaan di pusat dan di daerah dalam bentuk:
1.1. Kegiatan-kegiata rekreatif/ olahraga, misalnya Malam Rendevouz Cultural. Kegiatan-kegiatan rekreatif ini merupakan saran yang efektif di dalam membina rasa persahabatan yang human di antara anggota,
1.2. Kegiatan penerangan: diusahakan untuk menerbitkan sebuah bulletin bersama untuk seluruh Indonesia,
1.3. Kegiatan pendidikan studi, misalnya research, kursus-kursus, dan diskusi-diskusi ilmiah,
1.4. Gedung pertemuan yang representative; mengusahakan adanya tempat pertemuan yang representatif sebagai pusat kegiatan.
2. Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, di pusat dan di daerah (rural development):
2.1. Mengintroduksi, memperkembangkan, dan memperluas nilai-nilai pembaruan ke dalam masyarakat
2.2. Membantu masyarakat dengan ikut serta di dalam pembangunan fisik ekonomi, misalnya bidang survai tentang pembuatan jembatan, pendidikan kursus berorganisasi/ manajemen, dan sebagainya yang sesuai dengan kemampuan sebagai mahasiswa;
3. Kegiatan internasional; mengusahakan kontak dan hubungan dengan mahasiswa di negara-negara lain, dan bentuk student exchange program comparetive study, tukar pikiran, dan kerja sama lainnya.
Garis Besar Tata Kerja dan Pengelolaan Komite Kerja dan Forum Cipayung
A. Nama:
a. Komite Kerja, orang-orang ditunjuk dengan mandat penuh dari organisasi-organisasi mahasiswa; pemrakarsa sebanyak 8 (delapan) orang, masing-masing setiap organisasi 2 (dua) orang.
c. Forum Cipayung, terdiri atas Komite Kerja dan individu-
individu/perorangan:
1. Senior-senior, yaitu orang-orang yang secara otomatis menjadi anggota Forum Cipayung karena partisipasinya secara langsung dan efektif dalam pertemuan-pertemuan Cipayung sebelumnya,
2. Orang-orang yang ditunjuk oleh masing-masing organisasi pemraksa,
3. Orang-orang yang ditetapkan oleh Komite Kerja yang kriteria dan produsernnya akan ditetapkan kemudian.
B. Fungsi Komite Kerja:
a. Mempersiapkan, melaksanakan, dan mengarahkan pertemuan- pertemuan Cipayung.
b. Mengkoordinasi pelaksanaan program-program yang disepakati oleh Forum Cipayung.
C. Anggota Komite Kerja: Untuk pertama kali Komite Kerja terdiri dari Ridwan Saidi, Gambar Anom, Soerjadi, Theo L. Sambuaga, Natigor Siagian, Janes Hutagalung, Chris Siner Key Timu, dan Eko Tjokrodjojo.
D. Panitia Ad-hoc: Komite Kerja membentuk panitia Ad-hoc yang bertugas untuk mempersiapkan bahan-bahan, pemikiran-pemikiran/ rancangan-rancangan konsepsi di bidang pendidikan, ekonomi, budaya, hukum, pertahanan keamanan, internasional, sosial-politik, dan lain-lain. Panitia-panitia Ad-hoc ini bertangung jawab kepada Komite Kerja.
Peralihan
Hal-hal yang belum diatur di sini, akan diatur kemudian oleh Komite Kerja sesuai dengan dasar, tujuan, dan fungsi dari Forum Cipayung dan Komite Kerja.
Jakarta, 3 Mei 1972
KOMITE KERJA: 1. Ridwan Saidi, 2. Gambar Anom, 3. Soerjadi, 4. Theo L. Sambuaga, 5. Ir. Natigor Siagian, 6. Janes Hutagalung, 7. Chris Siner Key Timu, 8. Eko Tjokrodjojo.
A. Di dalam rapat yang diadakan pada tanggal 23 April 1972 bertempat di Jalan Sam Ratulangi 1 Jakarta, Komite Kerja Pertemuan Cipayung berkesimpulan bahwa untuk dapat merealisasikan secara konkrit hasil-hasil dan kesimpulan dari pertemuan Cipayung I dan II perlu disusun secara konkrit dan sistematis dua hal:
a. Garis Besar Program Kerja dari Kelompok Cipayung
b. Garis Besar Tata kerja dan Pengelolaan dari Komite Kerja dan Kelompok Cipayung
B. Agar supaya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, garis-garis besar program kerja, tata kerja, dan pengelolaan dari Komite Kerja dan Kelompok Cipayung perlu diperinci serta disistematisasi terlebih jauh secara konkrit dan riil.
Garis Besar Program Kerja Kelompok Cipayung
A. Dasar : Seluruh dokumen dan kesimpulan pertemuan Cipayung.
B. Tujuan : Mewujudkan secara konkrit, efektif dan efisien seluruh kesimpulan dari pertemuan-pertemuan Cipayung, sehingga dapat ditingkatkan integrasi sesama generasi dan antargenerasi, dalam rangka peningkatan partisipasinya di dalam usaha memajukan masyarakat menuju ‘Indonesia yang Kita cita-citakan’.
C. Program :
a. Bidang pemikiran/ aspirasi:
1. Membina komunikasi baik di tingkat pusat maupun di daerah tidak hanya antara sesama generasi muda, tetapi juga antara generasi muda dengan pemerintah dan masyarakat;
2. Mengusahakan perluasan area of agreement antara sesama generasi muda maupun generasi sebelumnya, baik sipil maupun militer di dalam pemikiran-pemikiran aspirasi dasar mengenai kehidupan bermasyarakat dari Indonesia yang sekarang dan yang kita cita-citakan, mengenai dunia perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan di Indonesia sekarang dan masa datang, tidak saja di tingkat pusat tetapi juga di tingkat daerah sehingga integrasi dan partisipasi mahasiswa di dalam memajukan masyarakat Indonesia menjadi semakin nyata efektif dan efisien;
3. Area of agreement dan komunikasi ini dicapai melalui:
3.1. Pertemuan-pertemuan periodik di tingkat nasional dan lokal misalnya pertemuan-pertemuan Cipayung dan pertemuan-pertemuan di daerah,
3.2. Pertemuan-pertemuan kontinyu formal maupun informal untuk membahas follow-up dan implementasi dari pertemuan-pertemuan di atas,
3.3. Hasil dari pertemuan-pertemuan ini hendaknya disampaikan dari pusat ke daerah dan sebaliknya, serta antardaerah yang lain untuk dijadikan pedoman dan bahan informasi.
b. Bidang kegiatan:
1. Kegiatan kemahasiswaan di pusat dan di daerah dalam bentuk:
1.1. Kegiatan-kegiata rekreatif/ olahraga, misalnya Malam Rendevouz Cultural. Kegiatan-kegiatan rekreatif ini merupakan saran yang efektif di dalam membina rasa persahabatan yang human di antara anggota,
1.2. Kegiatan penerangan: diusahakan untuk menerbitkan sebuah bulletin bersama untuk seluruh Indonesia,
1.3. Kegiatan pendidikan studi, misalnya research, kursus-kursus, dan diskusi-diskusi ilmiah,
1.4. Gedung pertemuan yang representative; mengusahakan adanya tempat pertemuan yang representatif sebagai pusat kegiatan.
2. Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, di pusat dan di daerah (rural development):
2.1. Mengintroduksi, memperkembangkan, dan memperluas nilai-nilai pembaruan ke dalam masyarakat
2.2. Membantu masyarakat dengan ikut serta di dalam pembangunan fisik ekonomi, misalnya bidang survai tentang pembuatan jembatan, pendidikan kursus berorganisasi/ manajemen, dan sebagainya yang sesuai dengan kemampuan sebagai mahasiswa;
3. Kegiatan internasional; mengusahakan kontak dan hubungan dengan mahasiswa di negara-negara lain, dan bentuk student exchange program comparetive study, tukar pikiran, dan kerja sama lainnya.
Garis Besar Tata Kerja dan Pengelolaan Komite Kerja dan Forum Cipayung
A. Nama:
a. Komite Kerja, orang-orang ditunjuk dengan mandat penuh dari organisasi-organisasi mahasiswa; pemrakarsa sebanyak 8 (delapan) orang, masing-masing setiap organisasi 2 (dua) orang.
c. Forum Cipayung, terdiri atas Komite Kerja dan individu-
individu/perorangan:
1. Senior-senior, yaitu orang-orang yang secara otomatis menjadi anggota Forum Cipayung karena partisipasinya secara langsung dan efektif dalam pertemuan-pertemuan Cipayung sebelumnya,
2. Orang-orang yang ditunjuk oleh masing-masing organisasi pemraksa,
3. Orang-orang yang ditetapkan oleh Komite Kerja yang kriteria dan produsernnya akan ditetapkan kemudian.
B. Fungsi Komite Kerja:
a. Mempersiapkan, melaksanakan, dan mengarahkan pertemuan- pertemuan Cipayung.
b. Mengkoordinasi pelaksanaan program-program yang disepakati oleh Forum Cipayung.
C. Anggota Komite Kerja: Untuk pertama kali Komite Kerja terdiri dari Ridwan Saidi, Gambar Anom, Soerjadi, Theo L. Sambuaga, Natigor Siagian, Janes Hutagalung, Chris Siner Key Timu, dan Eko Tjokrodjojo.
D. Panitia Ad-hoc: Komite Kerja membentuk panitia Ad-hoc yang bertugas untuk mempersiapkan bahan-bahan, pemikiran-pemikiran/ rancangan-rancangan konsepsi di bidang pendidikan, ekonomi, budaya, hukum, pertahanan keamanan, internasional, sosial-politik, dan lain-lain. Panitia-panitia Ad-hoc ini bertangung jawab kepada Komite Kerja.
Peralihan
Hal-hal yang belum diatur di sini, akan diatur kemudian oleh Komite Kerja sesuai dengan dasar, tujuan, dan fungsi dari Forum Cipayung dan Komite Kerja.
Jakarta, 3 Mei 1972
KOMITE KERJA: 1. Ridwan Saidi, 2. Gambar Anom, 3. Soerjadi, 4. Theo L. Sambuaga, 5. Ir. Natigor Siagian, 6. Janes Hutagalung, 7. Chris Siner Key Timu, 8. Eko Tjokrodjojo.
KESEPAKATAN CIPAYUNG
Kami, generasi muda bangsa sebagai penerus dan pewaris bangsa di masa depan
belajar dari sejarah masa lampau, bahwa disorientasi selalu terjadi dalam
perjalanan sejarah perjuangan bangsa, selalu akan menghambat kemajuan bangsa.
Oleh karenanya kesatuan perjuangan generasi muda untuk membangun negeri ini
adalah merupakan tuntutan bangsa secara mutlak.
Kecintaan terhadap negara dan bangsa yang tumbuh dari generasi ini, adalah manifestasi dari kecintaan akan Indonesia di masa depan, oleh karena itu generasi ini merindukan Indonesia yang Kita Cita-citakan sebagai berikut:
1. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan adalah Indonesia yang digambarkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu, masyarakat adil dan makmur, spiritual dan material berdasarkan Pancasila.
2. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan adalah Indonesia yang kuat bersatu, Indonesia yang cerdas dan modern, Indonesia yang demokratis dan adil, Indonesia yang menjunjung tinggi martabat manusia dan wibawa hukum, Indonesia yang sehat dan makmur, Indonesia yang bebas dari ketakutan dan penindasan, Indonesia yang berperanan dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia, Indonesia yang layak bagi tempat dan kehidupan manusia selaku makhluk Tuhan.
3. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan hanya mungkin dicapai dari pembangunan ke pembangunan dengan bekerja keras, jujur, hemat, yang dilandasi semangat pioner melalui pengorbanan.
4. Indonesia yang kita cita-citakan hanya dapat dibangun atas pikiran dan tekad bersama, yang erat dan terarah dari generasi ke generasi bangsa Indonesia dengan tidak mengenal perbedaan agama, suku, daerah, umur, dan golongan, karena tekad pikiran yang demikian inilah yang mencetuskan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945 dan Orde Baru kita sekarang ini.
5. Dalam rangka membangun masa depan dalam Indonesia yang kita cita-citakan, maka pembentukan dan pembinaan generasi pembangunan selaku generasi penerus adalah mutlak. Kita bercita-cita membangun masa depan yang lebih baik dari masa kini dan masa kemarin, karena itu generasi pembangun memerlukan keberanian melihat dan menilai dasar-dasar pembangunan masa depan dan meninggalkan pola-pola lama, ikatan-ikatan lama, yang menghalangi usaha pembangunan masa depan yang baru. Generasi pembangun itu mempunyai ciri-ciri khas, yaitu bebas dan terbuka, positif, kritis, dinamis, jujur, berdedikasi, dan radikal. Ciri-ciri khas itu merupakan unsur dalam melihat masa depan, serta menilai masa kini dan masa lampau.
6. Generasi pembangun mutlak turut menentukan isi, bentuk, corak, dan watak dari Indonesia yang kita cita-citakan, dengan memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk menyampaikan pikiran-pikiran, pendapat-pendapat dan tenaga melalui kebebasan yang bertanggung jawab, yang dijamin atas dasar hukum, dan untuk itu pembinaan generasi pembangun menjadi kewajiban bersama.
6. Generasi pembangun ini, akan mempunyai peranan bila dalam generasi pembangun itu sendiri ada inisiatif untuk mengubah dan mempersiapkan diri menerima dan memikul tanggung jawab masa depan dalam mencapai Indonesia yang kita cita-citakan itu. Inisiatif itu berbentuk usaha membuka diri dalam memahami pada artinya anugerah Tuhan untuk kita hidup di Indonesia, mempergunakan ilmu dan teknologi dalam memecahkan persoalan-persoalan masyarakat, menerima pikiran-pikiran yang beraneka ragam dari berbagai golongan generasi muda dalam masyarakat, dan kesediaan mempersiapkan diri mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Disepakati dan diteguhkan bersama dengan menyanyikan 'Padamu Negeri' hari Sabtu tanggal 22 Januari 1972, jam 24.00 WIB. Atas nama peserta konsultasi Indonesia yang Kita Cita-citakan.
Akbar Tandjung, Ketua Umum PB HMI;
Soerjadi, Ketua Umum DPP GMNI;
Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium PP PMKRI;
Binsar Sianipar, Ketua Umum PP GMKI.
Kecintaan terhadap negara dan bangsa yang tumbuh dari generasi ini, adalah manifestasi dari kecintaan akan Indonesia di masa depan, oleh karena itu generasi ini merindukan Indonesia yang Kita Cita-citakan sebagai berikut:
1. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan adalah Indonesia yang digambarkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu, masyarakat adil dan makmur, spiritual dan material berdasarkan Pancasila.
2. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan adalah Indonesia yang kuat bersatu, Indonesia yang cerdas dan modern, Indonesia yang demokratis dan adil, Indonesia yang menjunjung tinggi martabat manusia dan wibawa hukum, Indonesia yang sehat dan makmur, Indonesia yang bebas dari ketakutan dan penindasan, Indonesia yang berperanan dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia, Indonesia yang layak bagi tempat dan kehidupan manusia selaku makhluk Tuhan.
3. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan hanya mungkin dicapai dari pembangunan ke pembangunan dengan bekerja keras, jujur, hemat, yang dilandasi semangat pioner melalui pengorbanan.
4. Indonesia yang kita cita-citakan hanya dapat dibangun atas pikiran dan tekad bersama, yang erat dan terarah dari generasi ke generasi bangsa Indonesia dengan tidak mengenal perbedaan agama, suku, daerah, umur, dan golongan, karena tekad pikiran yang demikian inilah yang mencetuskan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945 dan Orde Baru kita sekarang ini.
5. Dalam rangka membangun masa depan dalam Indonesia yang kita cita-citakan, maka pembentukan dan pembinaan generasi pembangunan selaku generasi penerus adalah mutlak. Kita bercita-cita membangun masa depan yang lebih baik dari masa kini dan masa kemarin, karena itu generasi pembangun memerlukan keberanian melihat dan menilai dasar-dasar pembangunan masa depan dan meninggalkan pola-pola lama, ikatan-ikatan lama, yang menghalangi usaha pembangunan masa depan yang baru. Generasi pembangun itu mempunyai ciri-ciri khas, yaitu bebas dan terbuka, positif, kritis, dinamis, jujur, berdedikasi, dan radikal. Ciri-ciri khas itu merupakan unsur dalam melihat masa depan, serta menilai masa kini dan masa lampau.
6. Generasi pembangun mutlak turut menentukan isi, bentuk, corak, dan watak dari Indonesia yang kita cita-citakan, dengan memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk menyampaikan pikiran-pikiran, pendapat-pendapat dan tenaga melalui kebebasan yang bertanggung jawab, yang dijamin atas dasar hukum, dan untuk itu pembinaan generasi pembangun menjadi kewajiban bersama.
6. Generasi pembangun ini, akan mempunyai peranan bila dalam generasi pembangun itu sendiri ada inisiatif untuk mengubah dan mempersiapkan diri menerima dan memikul tanggung jawab masa depan dalam mencapai Indonesia yang kita cita-citakan itu. Inisiatif itu berbentuk usaha membuka diri dalam memahami pada artinya anugerah Tuhan untuk kita hidup di Indonesia, mempergunakan ilmu dan teknologi dalam memecahkan persoalan-persoalan masyarakat, menerima pikiran-pikiran yang beraneka ragam dari berbagai golongan generasi muda dalam masyarakat, dan kesediaan mempersiapkan diri mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Disepakati dan diteguhkan bersama dengan menyanyikan 'Padamu Negeri' hari Sabtu tanggal 22 Januari 1972, jam 24.00 WIB. Atas nama peserta konsultasi Indonesia yang Kita Cita-citakan.
Akbar Tandjung, Ketua Umum PB HMI;
Soerjadi, Ketua Umum DPP GMNI;
Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium PP PMKRI;
Binsar Sianipar, Ketua Umum PP GMKI.
EVALUASI 10 JANUARI 1972
Setelah mengikuti secara seksama kemajuan pembangunan dan perkembangan terakhir
perjuangan mahasiswa dalam memberi pendapat tentang proyek miniatur Indonesia
Indonesia Indah yang diprakarsai oleh Yayasan Harapan Kita yang dipimpin oleh
Ibu Tien Soeharto dihubungkan dengan reaksi spontan masyarakat dan kalangan
generasi muda, serta dihubungkan dengan reaksi yang datang dari pemerintah, dan
terakhir dari Presiden Soeharto dalam peresmian rumah sakit Pertamina yang baru
lalu, maka kami organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa
Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(GMKI) merasa perlu memberikan pendapat dalam rangka tanggung jawab kami untuk
masa kini dan masa datang sebagai berikut:
1. Tentang perjuangan mahasiswa dan kalangan generasi muda kini dalam menanggapi persoalan perguruan tinggi, masyarakat dan persoalan negara tetap positif dan konstruktif. Ini sebagai bukti bahwa mahasiswa dan generasi muda masih mempunyai kesadaran yang tinggi, dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar bagi generasi ini dan generasi yang akan datang biar pun melalui tantangan-tantangan yang cukup besar. Kesadaran ini, bertitik tolak dari perjuangan Orde Baru menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Ini bukti bahwa generasi muda masih tetap mencintai demokrasi yang memang diajarkan oleh Orde Baru. Dalam rangka inilah kami berpendapat bahwa gerakan-gerakan mahasiswa selama ini, tetap dalam perjuangan meneruskan Orde Baru.
2. Dalam rangka inilah mahasiswa dan generasi muda memberikan pendapat terhadap proyek miniatur Indonesia Indah. Biar bagaimanapun proyek ’sulit’ dibedakan antara pemerintah dan swasta, dan ini semakin jelas dari ’kesibukan’ aparat pemerintah memberikan ’penjelasan’ dari proyek ini. Di samping masalah campur tangan aparatur pemerintah ini, kita melihat kebutuhan akan proyek ini masih belum dapat disesuaikan dengan strategi pembangunan sebagaimana kita sudah tetapkan sebagai bangsa dan mencetuskan Orde Baru dan menggantikan Orde Lama.
3. Memang pengisian Orde Baru belum selesai. Kehidupan konstitusional masih banyak yang harus diperjuangkan. Banyak lembaga ekstra-konsitutisional yang masih dipertahankan dalam rangka menampung masa transisi ke Orde Baru yang sebaik-baiknya. Dalam hal ini, secara khusus lembaga pengawasan atau lembaga kontrol yang sebagaimana mestinya. Bukti undang-undang yang mengatur pengawasan ini masih banyak hasil Orde lama, dan kalau ada undang-undangnya hanya di diatur oleh peraturan pemerintah. Dalam tidak rangka memperjuangkan ini, mahasiswa dan generasi muda sewajarnya tidak akan berhenti dan tidak akan mematikan perjuangannya.
4. Kami menyadari dan meyakini bahwa problema-problema dasar yang ada dalam masyarakat hanya dapat dipecahkan melalui pembangunan. Kami mengakui dan menghargai bahwa pembangunan yang disepakati bersama dan sedang berjalan di bawah pimpinan Presiden Soeharto adalah usaha yang sungguh-sungguh serta memperlihatkan beberapa hasil yang positif, walaupun belum seperti apa yang kita harapkan. Kami melihat bahwa proses pembangunan masih mengalami hambatan-hambatan baik dari struktural dan konstitusional maupun hambatan karena sikap mental, yang dapat menggagalkan tujuan jangka panjang agar hasil pembangunan dapat dinikmiati oleh seluruh masyarakat. Dalam rangka inilah mahasiswa dan generasi muda dalam proses pembangunan adalah mutlak perlu.
5. Dalam kerangka pikiran kami mengikuti makna dari pidato Presiden Soeharto pada peresmian rumah sakit Pertamina pada tanggal 6 Januari 1972 yang lalu, yang menganggap bahwa gerakan itu mendiskreditkan Pak Harto dan pemerintah dengan jujur kita nyatakan bahwa data yang menyatakan demikian tidak ada pada kami, mahasiswa dan generasi muda. Yang ada pada kami adalah idealisme sejarah, idealisme Orde Baru, idealisme Pancasila dan UUD 1945, idealisme konstuitusional yang cita-citakan. Motivasi kami tidak lain tidak bukan adalah memperkuat pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, sebagai hasil proses perjuangan bersama Orde Baru. Tidak mungkin kami mendiskreditkan pemerintah Orde Baru. Namun, setiap usaha yang akan membawa wibawa pemerintah Orde Baru ke cara-cara Orde Lama sudah pasti kita akan menentang dengan segala kemampuan yang ada pada kami.
Untuk menyelesaikan yang tidak jelas diperlukan dialog yang jujur. Dalam rangka ini, kami masih memerlukan dialog dari semua pihak yang tepat dapat memberi jawaban yang pasti,yaitu Bappenas, DPR, dan Presiden.
Kepada mahasiswa dan generasi muda, kami serukan untuk
tetap meneruskan perjuangan dalam rangka cita-cita perjuangan Orde Baru.
Jakarta, 10 Januari 1972
PP GMNI Soerjadi, Ketua Umum; PB HMI Akbar Tandjung, Ketua Umum; PP PMKRI Christ Siner Key Timu Ketua Presidium; PP GMKI Binsar Sianipar, Ketua Umum.
1. Tentang perjuangan mahasiswa dan kalangan generasi muda kini dalam menanggapi persoalan perguruan tinggi, masyarakat dan persoalan negara tetap positif dan konstruktif. Ini sebagai bukti bahwa mahasiswa dan generasi muda masih mempunyai kesadaran yang tinggi, dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar bagi generasi ini dan generasi yang akan datang biar pun melalui tantangan-tantangan yang cukup besar. Kesadaran ini, bertitik tolak dari perjuangan Orde Baru menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Ini bukti bahwa generasi muda masih tetap mencintai demokrasi yang memang diajarkan oleh Orde Baru. Dalam rangka inilah kami berpendapat bahwa gerakan-gerakan mahasiswa selama ini, tetap dalam perjuangan meneruskan Orde Baru.
2. Dalam rangka inilah mahasiswa dan generasi muda memberikan pendapat terhadap proyek miniatur Indonesia Indah. Biar bagaimanapun proyek ’sulit’ dibedakan antara pemerintah dan swasta, dan ini semakin jelas dari ’kesibukan’ aparat pemerintah memberikan ’penjelasan’ dari proyek ini. Di samping masalah campur tangan aparatur pemerintah ini, kita melihat kebutuhan akan proyek ini masih belum dapat disesuaikan dengan strategi pembangunan sebagaimana kita sudah tetapkan sebagai bangsa dan mencetuskan Orde Baru dan menggantikan Orde Lama.
3. Memang pengisian Orde Baru belum selesai. Kehidupan konstitusional masih banyak yang harus diperjuangkan. Banyak lembaga ekstra-konsitutisional yang masih dipertahankan dalam rangka menampung masa transisi ke Orde Baru yang sebaik-baiknya. Dalam hal ini, secara khusus lembaga pengawasan atau lembaga kontrol yang sebagaimana mestinya. Bukti undang-undang yang mengatur pengawasan ini masih banyak hasil Orde lama, dan kalau ada undang-undangnya hanya di diatur oleh peraturan pemerintah. Dalam tidak rangka memperjuangkan ini, mahasiswa dan generasi muda sewajarnya tidak akan berhenti dan tidak akan mematikan perjuangannya.
4. Kami menyadari dan meyakini bahwa problema-problema dasar yang ada dalam masyarakat hanya dapat dipecahkan melalui pembangunan. Kami mengakui dan menghargai bahwa pembangunan yang disepakati bersama dan sedang berjalan di bawah pimpinan Presiden Soeharto adalah usaha yang sungguh-sungguh serta memperlihatkan beberapa hasil yang positif, walaupun belum seperti apa yang kita harapkan. Kami melihat bahwa proses pembangunan masih mengalami hambatan-hambatan baik dari struktural dan konstitusional maupun hambatan karena sikap mental, yang dapat menggagalkan tujuan jangka panjang agar hasil pembangunan dapat dinikmiati oleh seluruh masyarakat. Dalam rangka inilah mahasiswa dan generasi muda dalam proses pembangunan adalah mutlak perlu.
5. Dalam kerangka pikiran kami mengikuti makna dari pidato Presiden Soeharto pada peresmian rumah sakit Pertamina pada tanggal 6 Januari 1972 yang lalu, yang menganggap bahwa gerakan itu mendiskreditkan Pak Harto dan pemerintah dengan jujur kita nyatakan bahwa data yang menyatakan demikian tidak ada pada kami, mahasiswa dan generasi muda. Yang ada pada kami adalah idealisme sejarah, idealisme Orde Baru, idealisme Pancasila dan UUD 1945, idealisme konstuitusional yang cita-citakan. Motivasi kami tidak lain tidak bukan adalah memperkuat pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, sebagai hasil proses perjuangan bersama Orde Baru. Tidak mungkin kami mendiskreditkan pemerintah Orde Baru. Namun, setiap usaha yang akan membawa wibawa pemerintah Orde Baru ke cara-cara Orde Lama sudah pasti kita akan menentang dengan segala kemampuan yang ada pada kami.
Untuk menyelesaikan yang tidak jelas diperlukan dialog yang jujur. Dalam rangka ini, kami masih memerlukan dialog dari semua pihak yang tepat dapat memberi jawaban yang pasti,yaitu Bappenas, DPR, dan Presiden.
Kepada mahasiswa dan generasi muda, kami serukan untuk
tetap meneruskan perjuangan dalam rangka cita-cita perjuangan Orde Baru.
Jakarta, 10 Januari 1972
PP GMNI Soerjadi, Ketua Umum; PB HMI Akbar Tandjung, Ketua Umum; PP PMKRI Christ Siner Key Timu Ketua Presidium; PP GMKI Binsar Sianipar, Ketua Umum.
Selasa, 11 Juni 2013
Peran STRATEGIS PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI) Dalam Membangun Partisipasi Masyarakat Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN
Oleh : Yance Christy
Pendahuluan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebenarnya menjadi
masalah banyak Negara dan bukan sesuatu fenomena baru pula dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Praktik tidak terpuji itu sudah hadir sejak bangsa Indonesia
telah menjadi satu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Pada awal kemerdekaan,
sudah dikenal istilah kong kali kong atau TST (Tahu Sama Tahu)
yang artinya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan dalam praktik
korupsi. Pada masa itu sudah terdapat beberapa pejabat Negara yang ditengarai
dan bahkan diadili karena terlibat dalam korupsi (Raharjo, 1999). Namun, virus
praktik yang merisaukan itu semakin meluas sepanjang pemerintahan Orde Baru,
dan nampaknya masih berlangsung sampai saat ini. Dengan meluasnya gejala virus
korupsi itu Bung Hatta, Proklamator dan mantan Wakil Presiden RI, setuju dengan
pendapat Suhartini, seorang Dosen Universitas Gadjah Mada, bahwa korupsi telah
menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia (Noer, 1990). Begitu
membudayanya praktik korupsi itu sampai-sampai sebuah media internasional
menempatkan Indonesia sebagai Negara yang paling korupsi di Asia (Muhammad,
1999).
Terobosan-terobosan besar dilakukan oleh Negara ini untuk
memberantas korupsi (KKN). Mulai dari pembuatan Undang-Undang Anti Korupsi
hingga pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masyarakat juga
diberikan akses informasi yang cukup tentang transparansi kebijakan - kebijakan
birokrasi pemerintahan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pehimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) juga tumbuh berkembang dan
diharapkan mampu untuk menekan seminimal mungkin terjadinya tindak KKN. Namun,
jamur KKN belum juga musnah. Indonesia seakan menjadi lingkungan/habitat yang
baik untuk pertumbuhan virus KKN. KKN telah menjadi bagian budaya Indonesia.
Mengapa Terjadi Budaya KKN Di Indonesia ?
Tidak mudah memang untuk menjawab pertanyaan itu dengan ringkas,
karena masalah ini menyangkut semua dimensi kehidupan bangsa, baik ekonomi,
politik, sosial, budaya dan sebagainya. Pembacaan sementara terhadap maraknya
praktik korupsi di Indonesia dapat terpetakan dalam dua Faktor. Pertama,
dari sudut internal pelaku korupsi itu sendiri. Ada keyakinan bahwa praktik itu
didorong oleh rendahnya gaji pegawai negeri. Pada awal kemerdekaan, Bung Hatta
telah mengingatkan bagaimana pentingnya memberikan gaji yang memadai kepada
pegawai negeri, agar mereka dapat hidup berkecukupan dan tidak terjerembab
untuk melakukan korupsi (Noer, 1990). Namun, cukup atau tidaknya gaji
tergantung pada mentalitas dan gaya hidup seseorang, sehingga factor paling
menentukan sebenarnya adalah rasa tidak puas dan selalu kekurangan. Mereka yang
mudah terjerumus pada praktik itu adalah mereka yang memiliki mentalitas yang
"selalu merasa kekurangan" (unsatiable mentality) Kedua,
Faktor (Eksternal) sosio-kultural bangsa yang berada di luar diri pelaku
korupsi. Diantaranya adalah factor beban cultural (cultural burden) yang
membebani pundak banyak orang terutama para aparat pemerintah. Lompatan
struktur jabatan akibat kondisi transisional yang sedang dihadapi para aparat
Negara. Faktor ini seringkali nampak pada "aparat-aparat baru “ ataupun
" aparat naik jabatan". Ada semacarn shock culture dalam
mental aparat dalarn masa transisional, sepertinya ada tuntutan untuk dapat
memenuhi standar symbol- simbol kehidupan tertentu sesuai dengan tuntutan
profesi. Selain itu juga, niaraknya budaya konsumtif dalam realitas budaya
masyarakat Indonesia. Kebijakan pembangunan yang relative terbuka (di jaman
pemerintahan Orde Baru) telah menyediakan peluang baru bagi masuknya pelbagai
produk industri dari Negara-negara maju ke tengah denyut jantung kehidupan
masyarakat. Walaupun sebagian besar produk itu baru dapat dikonsumsi oleh
masyarakat perkotaan, tetapi corak kehidupan baru telah mengalir ke
relung-relung kehidupan masyarakat pedesaan. McDonalisasi pasar
Indonesia, demikian kira - kira symbol penjajahan ekonomi modern Negara-negara
kapitalis. Telah terjadi babak baru negeri ini, sebuah pola budaya baru
terbentuk yang disebut dengan consumer culture (Featherstone, 1991).
Faktor selanjutnya, sebagai akibat dari budaya konsumen,
Gengsi dan Gaya hidup mewah. Media informasi dan hiburan telah menjadi single
actor dan terbesar dalarn mempengaruhi budaya gengsi plus hidup mewah
masyarakat desa. Sinetron-sinetron dan tayangan televisi telah membius para
kaum muda dengan segala hedonisme yang meliurkan lidah. Tayangan-tayangan
kehidupan yang serba gampang, enak dan hanya mempersoalkan tentang percintaan
telah mengalihkan perhatian dan simpati kaum muda terhadap, persoalan pelik
yang dihadapi Negara. Dialog dan Diskusi tokoh tentang persoalan Negara actual
telah tergeser oleh sinetron-sinetron ataupun oleh tayangan selebritis papan
atas. Bahkan para Anggota legislative pun mulai enggan untuk melihat dan
mendengarkan pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia. Sungguh transisi
budaya`yang sangat cepat. Hidup mewah dan rasa gengsi menyebabkan masyarakat
akan selalu merasa kekurangan, sehingga mereka membutuhkan dana tambahan yang
tidak lain diperoleh melalui praktik korupsi (KKN). Inilah actor yang akan
mengakhiri kejayaan sebuah bangsa dari masa keemasannya,.
Wilayah Kerja Dan Fungsi Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (PMKRI) Dalam Mengikis Praktik KKN
Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan realita masyarakat di level grass
root, dituntut harus mampu melakukan pembacaan, memberikan pernahaman serta
melakukan pendampingan dari perilaku dan ancaman yang akan menghegemoni
masyarakatnya, baik secara fisik maupun pernikiran. Sebab sebagai sebuah
lembaga yang berada di tengah-tengah antara penguasa (dalarn hal ini pemerintah
dan lembaga public service lainnya) di satu sisi dan rakyat (masyarakat
ataupun anggotanya) di sisi lain, Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (PMKRI) harus mampu menjadi lidah penyambung antara dua sisi yang
sangat rentan terjadi konflik kepentingan. Sebagai lembaga yang berada di
tengah-tengah (penyeimbang dari tindakan penguasa yang lebih superior di
hadapan rakyat), Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) harus
bersikap sebagai pihak yang independent, bukan malah memposisikan diri sebagai
pembela rakyat maupun penguasa. Walaupun dalam banyak kasus rakyat selalu
menjadi obyek derita dari kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa, namun ada
juga rakyat yang secara semena-mena telah melakukan pengrusakan terhadap
lingkungan hidup, misalnya, sehingga perlu diadakan pembinaan dan penyadaran
kolektif masyarakat. Namun dalam kasus Korupsi, jelas Pehimpunan Mahasiswa
Katolik Republik Indonesia (PMKRI) akan menjadi pelindung rakyat.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan Pehimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) baik secara langsung bersarna-sama
masyarakat ataupun melalui Birokrasi Pemerintahan yang terkait untuk mengikis
habis praktik KKN dalarn kehidupan masyarakat.
® Esensial
; Niat untuk menanggulangi korupsi harus menjadi tujuan bersama dari
segenap komponen masyarakat. Artinya dengan niat suci ada semangat dan
keberanian untuk mengambil resiko apapun yang tidak mudah dihadapi, terutama di
kalangan elite baru kemudian upaya yang lebih strategis dapat dilakukan. Hal
ini bisa dilakukan dengan kampanye serta aksi solidaritas dlm skala nasional
baik lewat mass media maupun dialog dan seminar.
® Ideal ;
Langkah ideal adalah upaya jangka panjang yang berkelanjutan, yaitu
menanamkan nilai budaya dan moralitas kepada masyarakat,terutama generasi muda,
untuk meyakini bahwa praktik korupsi itu adalah sesuatu yang buruk dan jahat,
baik bagi diri sendiri maupun masyarakat dan Negara. Upaya ini dapat dilakukan
lewat pendidikan moral baik di tingkat masyarakat ataupun di kalangan birokrat.
® Strategis
; Langkah ini dilakukan dengan upaya keras untuk menutup semua lubang dan
kesempatan bagaimanapun kecilnya, yang memungkinkan digunakan untuk
berlangsungnya praktik korupsi. Menegakkan kepastian hukum tanpa diskriminatif,
optimalisasi lembaga pemberantasan korupsi menutup celah-celah penyimpangan
& kesalahan interpretasi UU. (hukum) sehingga substansi hukum tidak dapat
dipermainkan lagi oleh para lawyer.
Ada banyak teori tentang bagaimana membangun perencanaan
strategis, langkah taktis serta manajerial issue dan komunikasi massa yang
harus dilakukan oleh Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
agar misi dan target dapat tercapai. Namun yang paling penting, dalam
mengaplikasikan segala teorinya tersebut, mulai dari Advokasi, MoU, class
action dan lain sebagainya, seharusnya lebih ditujukan untuk meningkatkan
nalar kritis (memberdayakan masyarakat) dengan meningkatkan keberanian
masyarakat untuk berbicara dalam lingkaran struktur kekuasaan. Sehingga pada
saat Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) tersebut lepas
dari satu lembaga etalase dan beralih membina lembaga etalase yang lain, yang
terjadi adalah pemberdayaan masyarakat. Ketergantungan masyarakat grass root
kepada sebuah lembaga Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
menjadi hilang dan keberanian untuk berbicara dalam struktur politik dapat
muncul.
PENUTUP
Korupsi di Indonesia telah menjadi bagian dari budaya
bangsa, sehingga budaya haruslah dilawan dengan budaya baru. Pehimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) harus dapat membuat dan
mendeklarasikan budaya baru (minimal membongkar budaya tersebut) yang lebih
membawa masyarakat ke jenjang kehidupan yang lebih baik. Tutup seluruh celah
dan peluang terjadinya praktik korupsi serta bersilhkan sedikit demi sedikit
para oknum birokrasi dari budaya korupsi. Selamatkan mereka dari budaya yang
salah dan menjerumuskan rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga
menjadi para birokrat yang bersih dan bebas dari KKN.
Featherstone, Mike, 1991. Consumer
Culture and Posmoderism. London: Sage Pubication.
Muhammad, Mar’ie, 1999.”Korupsi,
Kolusi dan Nepoteisme (KKN) dalam Birokrasi”, dalam Edy Suandi Hamid
dan Muhammad Sayuti (ed), Menyingkap Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme di
Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, hal 65-73
Noer, Deliar, 1990. Mohammad
Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES
Raharjo, M. Dawam, 1999. Korupsi,
Kolusi dan Nepoteisme (KKN) : Kajian Konseptual dan Kultural,dalam Edy
Suandi Hamid dan Muhammad Sayuti (ed), Menyingkap Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme di
Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, hal 19-32.
Senin, 27 Mei 2013
Prospektus PMKRI Cab. Sungai Raya
PROSPEKTUS
PERHIMPUNAN
MAHASISWA
KATOLIK
REPUBLIK INDONESIA
(PMKRI)
Chatolic
Union of University Students of The Republic Indonesia
Member of
International
Movement of Chatolic Students (IMCS)-Pax Romana
Pelindung: St. Albertus Magnus; Patron
Cabang Sungai Raya ; Branch Board
Semboyan :
“Religio
Omnium Scientarium Anima”
Agama adalah jiwa segala ilmu
pengetahuan
Disusun oleh :
Dewan
Pimpinan Cabang
PMKRI
St. Albertus Magnus
Cabang
Sungai Raya
Margasiswa : Jl.
Sei Raya Dalam
Komp. Cemara Blok L.1
Sei Raya – Pontianak, Kalimantan Barat Indonesia 78391
E-mail:pmkri_magnus@yahoo.com
Visi
Terwujudnya keadilan
sosial,kemanusiaan, dan persaudaraan sejati umat manusia.
Misi
Berjuang dengan terlibat
pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang djiwai oleh
nilai-nilai kekatolikan demi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan
persaudaraan sejati.
Sejarah Berdirinya PMKRI Indonesia
Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (PMKRI) pada awalnya merupakan hasil fusi Federasi KSV
(Katholieke Studenten Vereniging) dan Perserikatan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta.
Keinginan
Federasi KSV untuk berfusi dengan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia Yogyakarta saat itu, karena
pada pertemuan antar KSV dipenghujung
1949, dihasilkan keputusan bersama bahwa “….Kita bukan hanya mahasiswa Katolik,
tetapi juga mahasiswa Katolik Indonesia ..." Federasi akhirnya mengutus
Gan Keng Soei dan Ouw Jong Peng Koen untuk mengadakan pertemuan dengan
moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta.
etelah
mendapat saran dan berkat dari Vikaris
Apostolik Batavia yang pro Indonesia, yaitu Mgr. PJ Willekens, SJ. Utusan Federasi KSV bertemu dengan moderator
pada tanggal 18 Oktober 1950 dan pertemuan dengan Ketua PMKRI Yogyakarta saat
itu yaitu PK Haryasudirja bersama stafnya berlangsung sehari kemudian. Dalam
pertemuan-pertemuan tersebut intinya wakil federasi KSV yaitu Gan Keng Soei
mengajak dan membahas keinginan berhimpuan dalam satu wadah organisasi nasional
mahasiswa Katolik Indonesia.
Maksud Federasi KSV ini mendapat tanggapan
positif moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta. Dan dua keputusan lain yang dihasilkan
adalah :
1.
Setelah pertemuan tersebut, masing-masing organisasi harus
mengadakan kongres untuk membahas rencana fusi.
2.
Kongres Gabungan antara Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta akan
berlangsung di Yogyakarta tanggal 9 Juni 1951.
Dalam
kongres gabungan tanggal 9 Juni 1951, kongres dibuka secara resmi oleh PK
Haryasudirja selaku wakil PMKRI Yogyakarta bersama Gan Keng Soei yang mewakili
Federasi KSV. Kongres yang semula direncanakan berlangsung hanya sehari,
ternyata berjalan alot terutama dalam pembahasan satu topik, yakni penetapan
tanggal berdirinya PMKRI.
Disaat
belum menemui kesepakatan, Kongres Gabungan sempat diskors untuk memberikan
kesempatan kepada masing-masing organisasi untuk kembali mengadakan kongres
secara terpisah pada tanggal 10 Juni 1951.
Akhirnya Kongres Gabungan untuk fusi-pun kembali digelar pada tanggal 11
Juni 1950 dan berhasil menghasilkan 14 keputusan.
Dengan
keputusan itu maka kelahiran PMKRI yang ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1947
menjadi acuan tempat PMKRI berdiri. Penentuan tanggal 25 Mei 1947 yang bertepatan sebagai hari Pantekosta,
sebagai hari lahirnya PMKRI, tidak bisa dilepaskan dari jasa Mgr.
Soegijapranata. Atas saran beliaulah
tanggal itu dipilih dan akhirnya disepakati para pendiri PMKRI, setelah sejak
Desember 1946 proses penentuan tanggal kelahiran belum menemui hasil. Alasan beliau menetapkan tanggal tersebut
adalah sebagai simbol turunnya roh ketiga dari Tri Tunggal Maha Kudus yaitu Roh
Kudus kepada para mahasiswa katolik untuk berkumpul dan berjuang dengan landasan ajaran agama
Katolik, membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
IDENTITAS KADER PMKRI
PMKRI dalam seluruh orientasi dan
kegiatannya berasaskan Pancasila, dijiwai Kekhatolikan, disemangati
oleh Kemahasiswaan
Pada dasarnya pembinaan
di PMKRI ditujukan untuk membantu membentuk para anggota PMKRI dalam mencapai
keunggulan pribadi dengan integritas pribadi yang utuh. Integritas pribadi yang utuh, yang hendak
dicapai dapat dicirikan oleh:
1.
SENSUS CHATOLICUS
Rasa Kekatolikan.
2.
SEMANGAT MAN FOR OTHERS
Panggilan hidup misioner yang menuntut sikap siap sedia. Bahwa setiap kegiatan hidup tidak hanya
didasarkan pada kepentingan diri sendiri melainkan sejauh mungkin diabdikan
pada kepentingan sesama yang lebih besar.
3.
SENSUS HOMINIS
Rasa kemanusiaan, terdapat kepekaan terhadap segala unsur
manusiawi yang meliputi solidaritas pada setiap pribadi manusia.
4.
PRIBADI YANG MENJADI TELADAN
Kemampuan untuk menjadi pribadi yang menjadi garam dan terang
dunia, dalam pola pikir, sikap, dan tingkah laku.
5.
UNIVERSALITAS
Sikap siap sedia untuk memasuki celah-celah dan dimensi
kehidupan masyarakat yang paling membutuhkan dan menerobos tembok-tembok
diskriminasi dalam bentuk apapun.
6.
MAGIS SEMPER
Semangat lebih dari sebelumnya yang hanya dapat dicapai dengan
kerja keras, mutu, magis, dan profesional.
Pribadi demikian selalu mengacu pada on going formation.
Keanggotaan PMKRI
Semua mahasiswa yang berkewarganegaran Republik Indonesia berhak menjadi anggota PMKRI. PMKRI bersifat inklusif/terbuka bagi semua mahasiswa, tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan mana pun. Asalkan bersedia menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Kekatolikan.
Anggota
PMKRI terdiri atas:
1.
Anggota biasa, yaitu mahasiswa S0 atau S1, warga negara Indonesia
yang masih aktif kuliah atau seperti yang diatur dalam Rapat UmumAnggota Cabang
dengan batasan waktu paling lama 11 (sebelas)
tahun – terhitung sejak pertama kali terdaftar sebagai mahasiswa.
2.
Anggota
kehormatan, ialah mereka yang berjasa
dalam PMKRI menurut ketetapan MPA.
3.
Penyatu, ialah mereka yang pernah menjadi anggota PMKRI yang
berhak penuh.
4.
Penyokong, ialah mereka yang memberikan sokongan-sokongan tetap
berupa uang atau hak.
JENIS-JENIS
PEMBINAAN
PMKRI memiliki tiga jenis pembinaan, yaitu
pembinaan formal, informal, dan nonformal.
Ketiganya
memiliki kesejajaran, sifat saling melengkapi dan harus diprogram menjadi satu
kesatuan yang sinergis.
1.
Pembinaan Formal Berjenjang :
a.
MPAB
(Masa Penerimaan Anggota Baru)
b.
MABIM (Masa Bimbingan)
c.
LKK (Latihan
Kepemimpinan Kader)
d.
KSR (Konfrensi Studi
Regional)
e.
KSN (Konfrensi Studi Nasional)
2.
Pembinaan Informal, merupakan pembinaan keseharian kader-kader
PMKRI di perhimpunan, misalnya keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas PMKRI,
pendampingan kader, pendampingan anak jalanan, diskusi, dsb.
3. Pembinaan
Nonformal, pembinaan untuk meningkatkan profesionalitas anggota berdasarkan
minat atau bakat anggota. Misalnya: Training for Trainer, Pelatihan Internet,
Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Analisa Sosial, dsb.
KEPENGURUSAN
PMKRI mempunyai Pengurus Pusat dan Pengurus Cabang. Pengurus Pusat
mempunyai suatu badan yang terdiri atas:
1)
Presidium Paripurna, ialah Presidium Harian bersama-sama Komisaris Daerah
yang mewakili wilayahnya, dan ketua-ketua lembaga.
2)
Presidium Harian, terdiri atas Ketua Presidium, ditambah dengan minimal
tiga orang Presidum dan maksimal 6 orang Presidium yang berkedudukan di mana
Pengurus Pusat berada.
3)
Lembaga-lembaga mempunyai otonomi yang diatur secara khusus.
4)
Sekretariat,
dikoordinir oleh seorang Sekretaris Jenderal.
Pengurus Cabang:
1)
Susunan Pengurus
Cabang sedapat mungkin disesuaikan dengan susunan Pengurus Pusat dengan
memperhatikan kebutuhan cabang.
2)
Pengurus Cabang
dipilih oleh Rapat Umum Anggota Cabang
Pengurus Pusat dipilih
melalui MPA (Majelis Permusyawaratan Anggota) sebagai kekuasaan tertinggi dalam
perhimpunan yang menetapkan kebijakan-kebijakan perhimbunan secara nasional.
KIPRAH PMKRI DI KALIMANTAN BARAT
Di bumi khatulistiwa, khususnya KALBAR telah berdiri
beberapa cabang, calon cabang dan kota jajakan PMKRI dapat dilihat sebagai
berikut :
1. PMKRI St. Thomas More cabang Pontianak
2. PMKRI St. Agustinus cabang Sintang
3. PMKRI St. Albertus Magnus cabang Sei. Raya
4. PMKRI Bengkayang
5. PMKRI Melawi
6. PMKRI kota jajakan Singkawang
PMKRI SANCTUS ALBERTUS MAGNUS
PMKRI St. Albertus
Magnus-Sungai Raya, ditetapkan menjadi kota jajakan melalui MPA XX di
Banjarmasin tahun 1999. Sebagai koordinator kota jajakan adalah Sdr. Yulianus hingga disahkan sebagai
Calon Cabang pada MPA XXI di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta lewat Ketetapan MPA No. 007/TAP/MPA XXI/2000
tanggal 24 November-1 Desember 2000. Hingga pada tanggal 9 Juni 2001 PMKRI St.
Albertus Magnus – CC yang pada waktu itu Mempawah mengadakan RUACC 1 (Rapat
Umum Anggota Calon Cabang 1) bertempat di asrama PEMDA Kab. Pontianak Jl. Sei
Raya Dalam No.7. Pada momen tersebut tersusunlah ARTCC (Anggaran Rumah Tangga
Calon Cabang) dan Pemilihan Ketua Presidium PMKRI Periode 2001-2002. Terpilih
sebagai Ketua Presidium Sdr. Yulianus
M.A.R. Pada tanggal 31 Mei-1 Juni 2002 diadakan RUACC II dan terpilih
sebagai ketua Presidium periode 2002-2003 Sdr.
Stefanus Teddy. Sebagai Pastor Moderator Mahsiswa Keuskupan Agung Pontianak
ditunjuk Pastor Hermes A. Pr.
Berbagai kondisi yang dialami
oleh PMKRI sebagai ormas yang telah “cukup umur” menghantarkan PMKRI Mempawah
(yang pada waktu itu) menjadi Cabang pada tahun 2002 pada Kongres dan MPA di
Kupang, NTT.
Kemudian seiring berjalan
waktu PMKRI Mempawah melakukan Pergantian nama cabang, berdasarkan atas pemekaran wilayah
Kabupaten Pontianak menjadi Kabupaten Kubu Raya dan berdasarkan atas tempat kedudukan PMKRI cabang Mempawah ikut
dalam wilayah pemekaran Kabupaten Kubu Raya dan bertempat di kota Sungai Raya. Maka Pada tanggal 22
Desember 2008 dengan Ketetapan RUAC No. 005/TAP/RUAC-MEMPAWAH/12/2008 nama Cabang Mempawah diganti dengan Cabang Sungai Raya. Dan terpilih
sebagai Ketua Presidium Sdr. Laurianus
Ari Susanto
Kini kami sedang
melakukan pembenahan organisasi dalam rangka Capacity Buildingagar dapat
melaksanakan fungsi-fungsi organisasi dan kaderisasi secara maksimal. Program
kerja periode ini adalah pembangunan jaringan kerja dengan ORMAS, NGO, dan
Lembaga-lembaga pemerintah, kaderisasi anggota, membangun system informasi via
internet, VCD, Buku, dan perpustakaan.
PMKRI eksis
dalam rangka berjuang yang ditunjukkan sebagai salah satu inspirator KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) mengusung perjuangan AMPERA (Amanat
Penderitaan Rakyat) kelompok Cipayung bersama HMI, PMII, GMNI, GMKI, dan
berbagai aliansi strategis yang sesuai dengan pelaksanaan visi dan misi dari
PMKRI tersebut.
PRO ECCLESIA ET PATRIA !!!
“Demi Gereja dan Tanah Air”
Langganan:
Komentar (Atom)
