>

Senin, 04 November 2013

Pernyataan Kelompok Cipayung Tentang TATANAN KEHIDUPAN NASIONAL DALAM MENYONGSONG MASA DEPAN BANGSA

Menyadari sepenuhnya akan tugas dan tanggung jawab selaku bagian dari generasi muda bangsa dan negara Republik Indonesia, dalam melihat kenyataan kehidupan dan menegaranya bangsa Indonesia sekaligus untuk menyongsong hari depan bangsa sebagaimana yang kita cita-citakan dalam Pancasila dan UUD 1945, maka kami, Kelompok Cipayung (PP GMKI, Presidium GMNI, PB HMI, PB PMII, dan PP PMKRI) menyatakan sikap dan pemikiran sebagai berikut:
a. Bahwa falsafah negara Pancasila yang merupakan landasan moral dan landasan politik harus dilaksanakan secara jujur, murni, konsekuen, dan bertanggung jawab.
b. Citra dan cita kebudayaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bersifat dan bercita-cita kerukunan hidup secara kekeluargaan, hormat-menghormati, harga-menghargai dalam kehidupan sehari-hari, baik sebara pribadi maupun kelompok, karena itu kekuasaan negara yang berdasarkan Pancasila harus tumbuh dari bawah menurut kehendak aspirasi rakyat serta digunakan bagi kepentingan rakyat.
c. Bahwa pengalaman hidup menegaranya bangsa Indonesia selama 11 tahun Orde Baru ini, menunjukkan adanya indikasi-indikasi sebagai berikut:
1. Masih terasa dominannya cara berpikir dan pola budaya yang feodalistis dan paternalistis,
2. Bahwa pelaksanaan demokrasi Pancasila belum
sepenuhnya mencerminkan kehidupan demokrasi yang memberikan tempat bagi terselenggaranya suatu sistem pemerintahan/kekuasaan yang sepenuhnya didasarkan kepada kehendak dan aspirasi rakyat,
3. Pembangunan yang tengah dilaksanakan dewasa ini memberikan peluang kepada timbulnya kapitalisme baru seperti tercermin pada kenyataan yang ada saat ini misalnya, makin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin, menumpuk modal/ kekayaan pada sekelompok masyarakat tertentu dan penyelewengan berupa korupsi, manipulasi, komersialisasi jabatan semakin merajalela,
4. Bahwa sistem dan struktur kekuasaan yang ada saat ini, diberlakukan atau bertendensi ke arah sistem yang monolitis sifatnya, dan cenderung mempertahankan status quo dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
5. Sendi-sendi hukum dan kebebasan seringkali dikorbankan demi stabilitas nasional.
d. Pada dasarnya hakikat kehidupan bernegara untuk membentuk suatu pemerintahan negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehiduan bangsa berdasarkan Pancasila. Maka tatanan kehidupan nasional yang kita cita-citakan adalah sebagai berikut:
1. Sistem dan struktur kekuasaan yang didasarkan kepada kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya sesuai dengan pasal 28 UUD 1945,
2. Sistem dan struktur kekuatan politik/ kepartaian yang ada harus ditata kembali dengan tujuan otonomisasi dari kekuatan politik/ kepartaian,
3. Dalam meningkatkan partisipasi penuh dari masyarakat,
aspirasi yang tumbuh dari unsur-unsuratmpok-kelompok kemasyarakatan harus mendapatkan tempat yang sewajarnya;
4. Dilaksanakannya pasal 33 UUD 1945 secara konsekuen dengan didasarkan adanya kemauan dan keputusan politik yang berorientasi kepada terbentuknya suatu kontrol yang demokratis.
Sebagai akibat dari terselenggaranya sistem politik/ kekuasaaan selama ini, sistem dan pola kehidupan perguruan tinggi tidak menunjang berfungsinya perguruan tinggi sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Terdapat kecenderungan untuk menjadikan segenap unsur perguruan tinggi sebagai subordinat dari struktur yang berkuasa, sehingga menyebabkan lemahnya peranan perguruan tinggi khususnya mahasiswa dalam fungsi sosial kontrol, dan menjadikan perguruan tinggi umumnya dan mahasiswa pada khususnya mahasiswa dalam fungsi sosial kontrol, dan menjadikan perguruan tinggi umumnya dan mahasiswa pada khususnya hanya sebagai alat pragmatis belaka dari pembangunan dan miskin akan idealisme.
Untuk mengembalikan fungsi dan peranan perguruan tinggi sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka:
a. Otonomisasi perguruan tinggi dan kehidupan demokrasi di perguruan tinggi harus dijamin dan dihormati.
b. Kebebasan mimbar/ilmiah sebagai attribute dasar perguruan tinggi, tidak hanya terbatas pada ruang lingkup kampus tetapi harus mempunyai refleksi kemasyarakatan sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
c. Otonomisasi lembaga-lembaga kemahasiswaan di dalam kehidupan perguruan tinggi dalam aktivitas kemahasiswaan haruslah mendapat jaminan yang tercermin di dalan statuta perguruan tinggi.

Jakarta, 15 Juni 1977
Pengurus Pusat GMKI Shirato Syafei S.Th., Ketua Umum, Tony Waworuntu, Sekretaris Jenderal; Presidium GMNI Hadi Siswanto, Ketua; Karyanto W., Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar HMI Erwin Syahril, Ketua F. Shalahudin, Wakil Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar PMII H. M. Abduh Paddare, Ketua Umum, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal.

PENJELASAN TENTANG KERJA SAMA KELOMPOK CIPAYUNG

HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, PMII adalah organisasi mahasiswa sebagai penerus dan pewaris bangsa di masa depan yang secara sosial kultural datang dari kelompok sosial yang berbeda-beda, namun telah berangkat untuk menyelenggarakan forum dialog/ komunikasi bersama dalam suatu pertemuan di Cipayung, untuk menghindari disintegrasi yang terjadi pada masa lampau. Dalam pertemuan-pertemuan Kelompok Cipayung, yang hendak dikaji selain tema yang berhubungan dengan generasi muda dan pembangunan, juga hendak dibuktikan kepada masyarakat adanya usaha untuk menjalin pertemuan kultural dari aneka kelompok sosial yang berbeda dan yang pada masa terdahulu pernah saling bertentangan.
Disadari bahwa pertentangan antarkelompok sosial bukan saja tidak menguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi lebih jauh dari itu yakni, merugikan cita-cita bangsa secara keseluruhan. Lahirnya Kelompok Cipayung merupakan suatu manifestasi dari penghayatan bersama terhadap masalah di atas. Menyadari akan pentingnya persatuan dan kesatuan, syarat terselenggaranya upaya nyata menuju bangsa dan negara yang dicita-citakan, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila; HMI-PMII-PMKRI-GMKI, dan GMNI sebagai generasi muda bangsa dengan kesadaran dan rasa kebersamaan merasa perlu untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan.
Dalam perjalanannya, Kelompok Cipayung telah menyelesaikan pertemuan-pertemuan yang menghasilkan:
A. Pertemuan I, Januari 1972, 'Indonesia Yang Kita Cita-citakan
sebagai suatu pemahaman dan perwujudan bersama terhadap Indonesia yang kita warisi untuk masa mendatang. B. Pertemuan II, April 1972, 'Perencanaan Masyarakat dan Tanggung Jawab Generasi Muda' sebagai suatupemahaman dan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam perencanaan masyarakat menuju Indonesia yang kita cita-citakan. C. Pertemuan III, Januari 1976, 'Meningkatkan Kebersamaan Menuju Indonesia yang Kita Cita-citakan' dan ‘Pembinaan Generasi Muda yang Berkepribadian' sebagai suatu pemahaman tentang perlunya diperluas keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
Selain dari pada itu, dalam merealisasikan ide Kelompok Cipayung di tingkat pusat telah pula diwujudkan sarana-sarana operasional dalam bentuk, antara lain Komite Kerja Kelompok Cipayung, dan bulletin Cipayung. Dengan menyadari bahwa ide kebersamaan ini adalah milik kita bersama, dan merupakan suatu hakikat yang telah ada di tengah-tengah, oleh karena itu, dalam pertemuan III Kelompok Cipayung dirasakan perlunya kebersamaan ini dapat ditingkatkan dan diwujudkan di daerah Saudara-saudara.
Demikianlah penjelasan ini, kami sampaikan untuk menjadi perhatian Saudara-saudara.

Jakarta, 5 Agustus 1976
Pengurus Besar HMI Ridwan Saidi, Ketua Umum, Chumaidi Sjarif Romas, Ketua I; Pengurus Besar PMII H. Madjidie Syah, Ketua, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat GMKI Shirato Syafei S. Th., Ketua Umum, Tony Waworuntu, Sekretaris Jenderal; Presidium GMNI F. As. Alwie, Ketua II, M. Dien Amin, Wakil Sekretaris Jenderal.

POKOK-POKOK PIKIRAN KELOMPOK CIPAYUNG III

Pendahuluan
Belajar dari sejarah perjuangan bangsa dan negara, serta didasari bahwa Indonesia yang dicita-citakan hanya dapat dibangun dengan tekad dan usaha bersama dari generasi ke generasi. Menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan sebagai syarat terselenggaranya upaya nyata menuju bangsa dan negara yang dicita-citakan, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka HMI, PMII, PMKRI, GMKI, dan GMNI sebagai generasi muda bangsa dengan keikhlasan dan rasa kebersamaan merasa perlu untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan dengan menghayati dan mendalami, serta mengembangkan Kesepakatan Cipayung.
Berdasar pada keyakinan bahwa perjuangan merebut kemerdekaan bangsa adalah perjuangan bersama segenap rakyat Indonesia dan bahwa kemerdekaan, serta negara kesatuan Republik Indonesia adalah milik bersama segenap rakyat, maka usaha terwujudnya Indonesia yang kita cita-citakan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama. Dalam proses pencapaian cita-cita itu melalui bentuk aktivitas pembangunan, penghayatan yang mendasar akan makna kebersamaan adalah penting. Yakni kebersamaan dalam pengertian perencanaan, pelaksanaan maupun pemerataan hasil pembangunan, sekaligus kebersamaan dalam berbagai segi dalam pembangunan sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Sebagian dari aktivitas pembangunan masyarakat dan manusia seutuhnya, salah satu dimensinya berupa upaya menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang bertangung jawab atas masa depan negara dan bangsa. Generasi muda yang dimaksudkan adalah generasi muda yang tidak hanya memiliki keterampilan serta menguasai ilmu dan teknologi, tetapi sekaligus harus memiliki kepribadian manusia Indonesia.
Menyadari bahwa masalah pembangunan generasi muda adalah masalah yang kompleks, membutuhkan pemikiran serius, kejelasan dan ketetapan pola konsepsi, ketekunan yang terus-menerus serta sarana yang memadai, maka dalam hal ini perlu adanya pemahaman bersama terhadap sistem dan sarana pembinaan dalam pengertian melihat generasi muda sebagai individu maupun makhluk sosial. Pada dasarnya, tuntutan pokok dari suatu masyarakat yang berdaulat adalah kemampuan merencanakan masyarakat yang akan dibangun. Demikian juga, bangsa Indonesia harus mampu merencanakan berdasarkan potensi-potensi serta kemampuan yang ada di dalam masyarakat, dengan menghayati jalannya sejarah bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Dalam pada itu, pelaksanaan dari pembangunan memerlukan pengawasan sosial yang tidak terlambat, khususnya dari aparat-aparat yang berwenang.
Pembinaan Generasi Muda
1. Pada dasarnya pembinaan generasi muda itu menjadi tanggung jawab generasi muda sendiri, sebab secara psikopedagogis akan menumbuhkan satu generasi bangsa yang mampu berdiri sendiri. 2. Dasar umum tentang pembinaan generasi muda telah ditetapkan dalam GBHN. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan GBHN, hendaknya pemerintah lebih mengutamakan penciptaan iklim tumbuh dan berkembangnya kreativitas serta kepribadian generasi muda yang sesuai dengan proses aktualisasi dirinya dengan segala hasrat dan aspirasinya. 3. Secara faktual, keanekaragaman dalam masyarakat adalah merupakan kelaziman kultural, dan hal ini tercermin juga dalam kehidupan generasi muda Indonesia. Agar kelaziman itu berjalan secara dinamis dan kondusif untuk pembangunan, maka diperlukan komunikasi secara terbuka dan setaraf antara unsur-unsur generasi muda yang ada. Dalam hubungannya dengan pembinaan generasi muda, maka pendekatan yang dilakukannya pembinaan secara comprehensive dalam pengertian seluruh unsur dalam masyarakat merupakan subyek pembinaan.
Oleh sebab itu, generasi sebelumnya hendaknya memberikan teladan yang benar dan baik, juga generasi tua, khususnya pemuka-pemuka masyarakat harus melaksanakan hidup yang bersifat kerakyatan.
Umum
A. Untuk peningkatan kebersamaan dalam pembangunan, maka perlu terciptanya suatu sistem pemerintahan yang sehat, efektif dan bersih dalam melaksanakam political commitment dari semua pihak. B. Dalam hubungan dengan pelaksanaan di atas, maka usaha-usaha pengembangan dan pembinaan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terus-menerus. Oleh karenanya perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kebebasan pers hendaknya dihargai oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, serta kepada pers sendiri diharapkan untuk melaksanakan fungsinya secara bertanggung jawab. Ancaman berupa apapun, baik fisik maupun pemberangusan tidak pantas diperdengarkan apalagi dilaksanakan.
b. Sikap responsif dari pemerintah dalam menanggapi koreksi-koreksi yang timbul dalam masyarakat, diperlukan dalam rangka membina tatanan yang mampu menyalurkan rasa tanggung jawab seluruh rakyat. Untuk itu, tatanan politik nasional harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus, agar tatanan sungguh-sungguh berfungsi.
c. Dalam menunjang tatanan politik di atas yang dibarengi oleh proses pergeseran nilai budaya, sistem hukum, pranata-pranata sosial/ identitas, maka diperlukan suatu kebijaksanaan yang pasti dan mantap sehingga memungkinkan terlaksananya rencana-rencana pembangunan.
d. Di lain pihak, pembangunan ini perlu menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyangkut keadilan sosial antara lain:
1. Menyehatkan aparat pelaksana perpajakan,
2. Menghentikan proses perpindahan kekayaan desa ke kota, dan kekayaan bangsa ke luar negeri,
3. Melaksanakan land reform dan bagi hasil secara konsekuen sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Cipayung, 25 Januari 1976
Kelompok Cipayung
Pengurus Besar HMI Ridwan Saidi, Ketua Umum, Saleh Elwaini, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat GMKI Ir. Natigor Siagian, Ketua Umum, Shirato Syaifei, Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar PMII Drs. H.M. Abduh Paddare, Ketua Umum, Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Dewan Pengurus Pusat GMNI Drs. Soerjadi, Ketua Umum, Dien M. Amin, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Drs. Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal.

Kesimpulan Umum Cipayung II Tentang PERENCANAAN MASYARAKAT DAN TANGGUNG JAWAB GENERASI MUDA

Latar Belakang
Kecenderungan yang paling nyata pada dekade 70 adalah adanya hasrat yang kuat terhadap pembangunan untuk mewujudkan Indonesia yang kita cita-citakan dan adanya minat yang besar dari semua pihak terhadap persoalan-persoalan generasi muda, aneka pikiran dan pendapat tentang mereka yang akhirnya mempunyai tujuan yang sama: pembinaan generasi muda adalah penting.
Pentingnya pembinaan ini adalah selain karena semua pihak ingin menghindari terjadinya kerenggangan antargenerasi, bahkan lebih dari itu bagaimana generasi muda mengambil peranan bersama-sama dengan generasi sebelum dan sesudahnya di dalam proses pembaharuan dan pembangunan masyarakat dapat dijabarkan.
GMNI, HMI, GMKI, PMKRI, dan PMII adalah organisasi-organisasi yang secara sosiokultural datang dari kelompok sosial yang berbeda-beda, kali ini mensponsori kembali pertemuan Cipayung II yang juga dihadiri oleh eksponen generasi muda lainnya. Dengan pertemuan Cipayung yang hendak dikaji, selain tema yang berhubungan dengan generasi muda dan pembangunan, juga hendaknya dibuktikan kepada masyarakat adanya usaha untuk menjalin pertemuan kultural dari aneka kelompok sosial yang berbeda dan yang pada masa terdahulu pernah saling bertentangan.
Disadari bahwa pertentangan antarkelompok sosial bukan saja tidak menguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi lebih jauh dari itu merugikan bangsa secara keseluruhan. Di dalam rangka itu, perencanaan masyarakat dan tanggung jawab generasi muda adalah masalah pokok kita dewasa ini.
Perencanaan Masyarakat
Tuntutan pokok dari suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat adalah kemampuan merencanakan masyarakatnya yang akan dibangun. Demikian juga bangsa Indonesia harus mampu merencanakan masyarakat berdasarkan potensi-potensi, serta kemampuan yang ada dalam masyarakat dengan menghayati jalannya sejarah bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia ini.
Bagi Indonesia kini dan pada masa yang akan datang perencanaan masyarakat itu adalah menetapkan strategi, prioritas, serta menggariskan langkah-langkah kebijaksanaan melalui pembaharuan dan pembangunan masyarakat yang diperlakukan. Perencanaan masyarakat tersebut dapat dibayangkan dan diperhitungkan secara jelas dan matang oleh semua lapisan masyarakat, generasi demi generasi dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Mukadimah UUD 1945 serta keseluruhan bulat UUD 1945 berdasarkan Pancasila.
Ini dimulai dalam berbagai rencana pembangunan bangsa kita pada masa lalu, kini dan terus berjalan pada masa yang akan datang, atas kasih dan anugerah, serta perkenan Tuhan Yang Maha Esa.
Kini dalam rangka lingkup perencanaan masyarakat perlu dipertegas strategi yang jelas dalam pembangunan maupun rencana pembaruan struktur masyarakat, yang diperlukan dalam strategi keadilan sosial. Strategi keadilan sosial perlu mendapat pertimbangan baru dalam pembangunan ekonomi untuk mempercepat ketahanan dan kemampuan kita berdiri di atas kaki sendiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Di dalam pelaksanaan strategi keadilan sosial hendaknya perhatian yang lebih besar diberikan kepada generasi muda sebagai lapisan masyarakat yang terbesar dewasa ini. Hal ini perlu ditegaskan karena Indonesia di masa datang akan menghadapi persoalan-persoalan keadilan sosial yang mungkin lebih besar dibandingkan dengan dewasa ini. Persoalan sekarang adalah:
(1) kesempatan turut serta dan menentukan pembangunan itu
(2) pendidikan dan latihan untuk berpikir dan bekerja,
(3) tersedianya lapangan kerja seluas mungkin.
Sewajarnya masalah ini menjadi kriteria-kriteria yang berwibawa dan menentukan prioritas, serta menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai strategi keadilan sosial itu. Wadah-wadah pengambilan keputusan dalam negara dan masyarakat seyogyanya memperhatikan strategi dan prioritas ini.
Tanggung Jawab Generasi Muda
Manusia sebagai tujuan dari perencanaan masyarakat, sekaligus sebagai pelaksana yang amat menentukan hasil perencanaan pembangunan masyarakat itu sendiri. Karenanya menjadi faktor penghambat utama dari proses pembangunan, apabila moralitas dan sistem nilai, mentalitas serta intelektualitasnya tidak memenuhi syarat, di samping faktor penghambat lainnya, yaitu struktur, pranata, sistem, dan metode dalam mana para pelaksana itu bekerja.
Perencanaan masyarakat ditujukan untuk membangun masa depan. Masa depan ini tanggung jawab dan kepemimpinannya akan dipegang oleh generasi muda masa kini, karenanya ia harus berani menilai faktor-faktor dasar pembangunan tersebut. Adalah tugas dan tanggung jawab generasi muda untuk berpartisipasi
secara kreatif di dalam pembangunan, kini dan masa datang.
Untuk itu, sesuai dengan tuntutan dasar pembangunan, salah satu tugas pokok generasi muda adalah membina dirinya secara intensif, baik dalam pembinaan mental spiritual dan intelektualitasnya maupun dalam melatih keterampilan sosial dan teknisnya, agar kepemimpinan dan partisipasinya di masa depan berhasil.
Hal ini hanyalah mungkin apabila ia mendapat kesempatan untuk belajar dan berlatih secara intensif dalam perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang bermutu. Organisasi mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda, berkewajiban membantu perguruan tinggi menjalankan tugas ini. Tugas pembinaan kepribadian generasi muda secara paripurna menuntut pula perhatian dari pihak pemerintah dan generasi terdahulu, karena perkembangan masyarakat dan pembinaan generasi adalah suatu proses yang kontinyu. Di dalam pembangunan masyarakat negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyimpangan-penyimpangan sering terjadi, bahkan mungkin terjadi deviasi-deviasi keadilan sosial dan demokrasi yang merupakan nilai-nilai asasi kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi. Di sini generasi muda bertugas dan bertanggung jawab untuk selalu berpartisipasi dengan melaksanakan sosial kontrol dan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pembangunan.
Dia harus mengingatkan masyarakat dan pemerintah agar jangan sampai meninggalkan tujuan, motivasi dan orientasi pembangunan yaitu, manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Untuk itu generasi muda harus mendalami masalah-masalah yang ada. Karenanya mutlak perlu untuk selalu berkomunikasi dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan agar dapat ditemukan jalan keluarnya. Generasi muda adalah product in process dalam masyarakat, oleh karenanya generasi muda berpartisipasi sesuai dengan fungsi, kapasitas, dan watak
alamiahnya.
Demikianlah generasi muda harus betul-betul tampil sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam proses pembangunan bangsa ini.

Cipayung, 16 April 1972
STEERING-COMMITTEE PERTEMUAN CIPAYUNG II
1. Ridwan Saidi 2. Gambar Anom 3. Soerjadi 4. Budihardjono 5. Natigor Siagian 6. Janes Hutagalung 7. Chris Siner Key Timu 8. Eko Tjokrodjojo

GARIS BESAR PROGRAM KERJA DAN PENGELOLAAN PERTEMUAN CIPAYUNG

Pengantar
A. Di dalam rapat yang diadakan pada tanggal 23 April 1972 bertempat di Jalan Sam Ratulangi 1 Jakarta, Komite Kerja Pertemuan Cipayung berkesimpulan bahwa untuk dapat merealisasikan secara konkrit hasil-hasil dan kesimpulan dari pertemuan Cipayung I dan II perlu disusun secara konkrit dan sistematis dua hal:
a. Garis Besar Program Kerja dari Kelompok Cipayung
b. Garis Besar Tata kerja dan Pengelolaan dari Komite Kerja dan Kelompok Cipayung
B. Agar supaya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, garis-garis besar program kerja, tata kerja, dan pengelolaan dari Komite Kerja dan Kelompok Cipayung perlu diperinci serta disistematisasi terlebih jauh secara konkrit dan riil.
Garis Besar Program Kerja Kelompok Cipayung
A. Dasar : Seluruh dokumen dan kesimpulan pertemuan Cipayung.
B. Tujuan : Mewujudkan secara konkrit, efektif dan efisien seluruh kesimpulan dari pertemuan-pertemuan Cipayung, sehingga dapat ditingkatkan integrasi sesama generasi dan antargenerasi, dalam rangka peningkatan partisipasinya di dalam usaha memajukan masyarakat menuju ‘Indonesia yang Kita cita-citakan’.
C. Program :
a. Bidang pemikiran/ aspirasi:
1. Membina komunikasi baik di tingkat pusat maupun di daerah tidak hanya antara sesama generasi muda, tetapi juga antara generasi muda dengan pemerintah dan masyarakat;
2. Mengusahakan perluasan area of agreement antara sesama generasi muda maupun generasi sebelumnya, baik sipil maupun militer di dalam pemikiran-pemikiran aspirasi dasar mengenai kehidupan bermasyarakat dari Indonesia yang sekarang dan yang kita cita-citakan, mengenai dunia perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan di Indonesia sekarang dan masa datang, tidak saja di tingkat pusat tetapi juga di tingkat daerah sehingga integrasi dan partisipasi mahasiswa di dalam memajukan masyarakat Indonesia menjadi semakin nyata efektif dan efisien;
3. Area of agreement dan komunikasi ini dicapai melalui:
3.1. Pertemuan-pertemuan periodik di tingkat nasional dan lokal misalnya pertemuan-pertemuan Cipayung dan pertemuan-pertemuan di daerah,
3.2. Pertemuan-pertemuan kontinyu formal maupun informal untuk membahas follow-up dan implementasi dari pertemuan-pertemuan di atas,
3.3. Hasil dari pertemuan-pertemuan ini hendaknya disampaikan dari pusat ke daerah dan sebaliknya, serta antardaerah yang lain untuk dijadikan pedoman dan bahan informasi.
b. Bidang kegiatan:
1. Kegiatan kemahasiswaan di pusat dan di daerah dalam bentuk:
1.1. Kegiatan-kegiata rekreatif/ olahraga, misalnya Malam Rendevouz Cultural. Kegiatan-kegiatan rekreatif ini merupakan saran yang efektif di dalam membina rasa persahabatan yang human di antara anggota,
1.2. Kegiatan penerangan: diusahakan untuk menerbitkan sebuah bulletin bersama untuk seluruh Indonesia,
1.3. Kegiatan pendidikan studi, misalnya research, kursus-kursus, dan diskusi-diskusi ilmiah,
1.4. Gedung pertemuan yang representative; mengusahakan adanya tempat pertemuan yang representatif sebagai pusat kegiatan.
2. Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, di pusat dan di daerah (rural development):
2.1. Mengintroduksi, memperkembangkan, dan memperluas nilai-nilai pembaruan ke dalam masyarakat
2.2. Membantu masyarakat dengan ikut serta di dalam pembangunan fisik ekonomi, misalnya bidang survai tentang pembuatan jembatan, pendidikan kursus berorganisasi/ manajemen, dan sebagainya yang sesuai dengan kemampuan sebagai mahasiswa;
3. Kegiatan internasional; mengusahakan kontak dan hubungan dengan mahasiswa di negara-negara lain, dan bentuk student exchange program comparetive study, tukar pikiran, dan kerja sama lainnya.
Garis Besar Tata Kerja dan Pengelolaan Komite Kerja dan Forum Cipayung
A. Nama:
a. Komite Kerja, orang-orang ditunjuk dengan mandat penuh dari organisasi-organisasi mahasiswa; pemrakarsa sebanyak 8 (delapan) orang, masing-masing setiap organisasi 2 (dua) orang.
c. Forum Cipayung, terdiri atas Komite Kerja dan individu-
individu/perorangan:
1. Senior-senior, yaitu orang-orang yang secara otomatis menjadi anggota Forum Cipayung karena partisipasinya secara langsung dan efektif dalam pertemuan-pertemuan Cipayung sebelumnya,
2. Orang-orang yang ditunjuk oleh masing-masing organisasi pemraksa,
3. Orang-orang yang ditetapkan oleh Komite Kerja yang kriteria dan produsernnya akan ditetapkan kemudian.
B. Fungsi Komite Kerja:
a. Mempersiapkan, melaksanakan, dan mengarahkan pertemuan- pertemuan Cipayung.
b. Mengkoordinasi pelaksanaan program-program yang disepakati oleh Forum Cipayung.
C. Anggota Komite Kerja: Untuk pertama kali Komite Kerja terdiri dari Ridwan Saidi, Gambar Anom, Soerjadi, Theo L. Sambuaga, Natigor Siagian, Janes Hutagalung, Chris Siner Key Timu, dan Eko Tjokrodjojo.
D. Panitia Ad-hoc: Komite Kerja membentuk panitia Ad-hoc yang bertugas untuk mempersiapkan bahan-bahan, pemikiran-pemikiran/ rancangan-rancangan konsepsi di bidang pendidikan, ekonomi, budaya, hukum, pertahanan keamanan, internasional, sosial-politik, dan lain-lain. Panitia-panitia Ad-hoc ini bertangung jawab kepada Komite Kerja.
Peralihan
Hal-hal yang belum diatur di sini, akan diatur kemudian oleh Komite Kerja sesuai dengan dasar, tujuan, dan fungsi dari Forum Cipayung dan Komite Kerja.

Jakarta, 3 Mei 1972
KOMITE KERJA: 1. Ridwan Saidi, 2. Gambar Anom, 3. Soerjadi, 4. Theo L. Sambuaga, 5. Ir. Natigor Siagian, 6. Janes Hutagalung, 7. Chris Siner Key Timu, 8. Eko Tjokrodjojo.

KESEPAKATAN CIPAYUNG

Kami, generasi muda bangsa sebagai penerus dan pewaris bangsa di masa depan belajar dari sejarah masa lampau, bahwa disorientasi selalu terjadi dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa, selalu akan menghambat kemajuan bangsa. Oleh karenanya kesatuan perjuangan generasi muda untuk membangun negeri ini adalah merupakan tuntutan bangsa secara mutlak.
Kecintaan terhadap negara dan bangsa yang tumbuh dari generasi ini, adalah manifestasi dari kecintaan akan Indonesia di masa depan, oleh karena itu generasi ini merindukan Indonesia yang Kita Cita-citakan sebagai berikut:
1. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan adalah Indonesia yang digambarkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu, masyarakat adil dan makmur, spiritual dan material berdasarkan Pancasila.
2. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan adalah Indonesia yang kuat bersatu, Indonesia yang cerdas dan modern, Indonesia yang demokratis dan adil, Indonesia yang menjunjung tinggi martabat manusia dan wibawa hukum, Indonesia yang sehat dan makmur, Indonesia yang bebas dari ketakutan dan penindasan, Indonesia yang berperanan dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia, Indonesia yang layak bagi tempat dan kehidupan manusia selaku makhluk Tuhan.
3. Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan hanya mungkin dicapai dari pembangunan ke pembangunan dengan bekerja keras, jujur, hemat, yang dilandasi semangat pioner melalui pengorbanan.
4. Indonesia yang kita cita-citakan hanya dapat dibangun atas pikiran dan tekad bersama, yang erat dan terarah dari generasi ke generasi bangsa Indonesia dengan tidak mengenal perbedaan agama, suku, daerah, umur, dan golongan, karena tekad pikiran yang demikian inilah yang mencetuskan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945 dan Orde Baru kita sekarang ini.
5. Dalam rangka membangun masa depan dalam Indonesia yang kita cita-citakan, maka pembentukan dan pembinaan generasi pembangunan selaku generasi penerus adalah mutlak. Kita bercita-cita membangun masa depan yang lebih baik dari masa kini dan masa kemarin, karena itu generasi pembangun memerlukan keberanian melihat dan menilai dasar-dasar pembangunan masa depan dan meninggalkan pola-pola lama, ikatan-ikatan lama, yang menghalangi usaha pembangunan masa depan yang baru. Generasi pembangun itu mempunyai ciri-ciri khas, yaitu bebas dan terbuka, positif, kritis, dinamis, jujur, berdedikasi, dan radikal. Ciri-ciri khas itu merupakan unsur dalam melihat masa depan, serta menilai masa kini dan masa lampau.
6. Generasi pembangun mutlak turut menentukan isi, bentuk, corak, dan watak dari Indonesia yang kita cita-citakan, dengan memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk menyampaikan pikiran-pikiran, pendapat-pendapat dan tenaga melalui kebebasan yang bertanggung jawab, yang dijamin atas dasar hukum, dan untuk itu pembinaan generasi pembangun menjadi kewajiban bersama.
6. Generasi pembangun ini, akan mempunyai peranan bila dalam generasi pembangun itu sendiri ada inisiatif untuk mengubah dan mempersiapkan diri menerima dan memikul tanggung jawab masa depan dalam mencapai Indonesia yang kita cita-citakan itu. Inisiatif itu berbentuk usaha membuka diri dalam memahami pada artinya anugerah Tuhan untuk kita hidup di Indonesia, mempergunakan ilmu dan teknologi dalam memecahkan persoalan-persoalan masyarakat, menerima pikiran-pikiran yang beraneka ragam dari berbagai golongan generasi muda dalam masyarakat, dan kesediaan mempersiapkan diri mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Disepakati dan diteguhkan bersama dengan menyanyikan 'Padamu Negeri' hari Sabtu tanggal 22 Januari 1972, jam 24.00 WIB. Atas nama peserta konsultasi Indonesia yang Kita Cita-citakan.

Akbar Tandjung, Ketua Umum PB HMI;
Soerjadi, Ketua Umum DPP GMNI;
Chris Siner Key Timu, Ketua Presidium PP PMKRI;
Binsar Sianipar, Ketua Umum PP GMKI.

EVALUASI 10 JANUARI 1972

Setelah mengikuti secara seksama kemajuan pembangunan dan perkembangan terakhir perjuangan mahasiswa dalam memberi pendapat tentang proyek miniatur Indonesia Indonesia Indah yang diprakarsai oleh Yayasan Harapan Kita yang dipimpin oleh Ibu Tien Soeharto dihubungkan dengan reaksi spontan masyarakat dan kalangan generasi muda, serta dihubungkan dengan reaksi yang datang dari pemerintah, dan terakhir dari Presiden Soeharto dalam peresmian rumah sakit Pertamina yang baru lalu, maka kami organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) merasa perlu memberikan pendapat dalam rangka tanggung jawab kami untuk masa kini dan masa datang sebagai berikut:
1. Tentang perjuangan mahasiswa dan kalangan generasi muda kini dalam menanggapi persoalan perguruan tinggi, masyarakat dan persoalan negara tetap positif dan konstruktif. Ini sebagai bukti bahwa mahasiswa dan generasi muda masih mempunyai kesadaran yang tinggi, dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar bagi generasi ini dan generasi yang akan datang biar pun melalui tantangan-tantangan yang cukup besar. Kesadaran ini, bertitik tolak dari perjuangan Orde Baru menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Ini bukti bahwa generasi muda masih tetap mencintai demokrasi yang memang diajarkan oleh Orde Baru. Dalam rangka inilah kami berpendapat bahwa gerakan-gerakan mahasiswa selama ini, tetap dalam perjuangan meneruskan Orde Baru.
2. Dalam rangka inilah mahasiswa dan generasi muda memberikan pendapat terhadap proyek miniatur Indonesia Indah. Biar bagaimanapun proyek ’sulit’ dibedakan antara pemerintah dan swasta, dan ini semakin jelas dari ’kesibukan’ aparat pemerintah memberikan ’penjelasan’ dari proyek ini. Di samping masalah campur tangan aparatur pemerintah ini, kita melihat kebutuhan akan proyek ini masih belum dapat disesuaikan dengan strategi pembangunan sebagaimana kita sudah tetapkan sebagai bangsa dan mencetuskan Orde Baru dan menggantikan Orde Lama.
3. Memang pengisian Orde Baru belum selesai. Kehidupan konstitusional masih banyak yang harus diperjuangkan. Banyak lembaga ekstra-konsitutisional yang masih dipertahankan dalam rangka menampung masa transisi ke Orde Baru yang sebaik-baiknya. Dalam hal ini, secara khusus lembaga pengawasan atau lembaga kontrol yang sebagaimana mestinya. Bukti undang-undang yang mengatur pengawasan ini masih banyak hasil Orde lama, dan kalau ada undang-undangnya hanya di diatur oleh peraturan pemerintah. Dalam tidak rangka memperjuangkan ini, mahasiswa dan generasi muda sewajarnya tidak akan berhenti dan tidak akan mematikan perjuangannya.
4. Kami menyadari dan meyakini bahwa problema-problema dasar yang ada dalam masyarakat hanya dapat dipecahkan melalui pembangunan. Kami mengakui dan menghargai bahwa pembangunan yang disepakati bersama dan sedang berjalan di bawah pimpinan Presiden Soeharto adalah usaha yang sungguh-sungguh serta memperlihatkan beberapa hasil yang positif, walaupun belum seperti apa yang kita harapkan. Kami melihat bahwa proses pembangunan masih mengalami hambatan-hambatan baik dari struktural dan konstitusional maupun hambatan karena sikap mental, yang dapat menggagalkan tujuan jangka panjang agar hasil pembangunan dapat dinikmiati oleh seluruh masyarakat. Dalam rangka inilah mahasiswa dan generasi muda dalam proses pembangunan adalah mutlak perlu.
5. Dalam kerangka pikiran kami mengikuti makna dari pidato Presiden Soeharto pada peresmian rumah sakit Pertamina pada tanggal 6 Januari 1972 yang lalu, yang menganggap bahwa gerakan itu mendiskreditkan Pak Harto dan pemerintah dengan jujur kita nyatakan bahwa data yang menyatakan demikian tidak ada pada kami, mahasiswa dan generasi muda. Yang ada pada kami adalah idealisme sejarah, idealisme Orde Baru, idealisme Pancasila dan UUD 1945, idealisme konstuitusional yang cita-citakan. Motivasi kami tidak lain tidak bukan adalah memperkuat pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, sebagai hasil proses perjuangan bersama Orde Baru. Tidak mungkin kami mendiskreditkan pemerintah Orde Baru. Namun, setiap usaha yang akan membawa wibawa pemerintah Orde Baru ke cara-cara Orde Lama sudah pasti kita akan menentang dengan segala kemampuan yang ada pada kami.
Untuk menyelesaikan yang tidak jelas diperlukan dialog yang jujur. Dalam rangka ini, kami masih memerlukan dialog dari semua pihak yang tepat dapat memberi jawaban yang pasti,yaitu Bappenas, DPR, dan Presiden.
Kepada mahasiswa dan generasi muda, kami serukan untuk
tetap meneruskan perjuangan dalam rangka cita-cita perjuangan Orde Baru.

Jakarta, 10 Januari 1972
PP GMNI Soerjadi, Ketua Umum; PB HMI Akbar Tandjung, Ketua Umum; PP PMKRI Christ Siner Key Timu Ketua Presidium; PP GMKI Binsar Sianipar, Ketua Umum. 

Selasa, 11 Juni 2013

Peran STRATEGIS PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI) Dalam Membangun Partisipasi Masyarakat Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN



Oleh : Yance Christy
 
Pendahuluan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebenarnya menjadi masalah banyak Negara dan bukan sesuatu fenomena baru pula dalam kehidupan bangsa Indonesia. Praktik tidak terpuji itu sudah hadir sejak bangsa Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Pada awal kemerdekaan, sudah dikenal istilah kong kali kong atau TST (Tahu Sama Tahu)  yang artinya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan dalam praktik korupsi. Pada masa itu sudah terdapat beberapa pejabat Negara yang ditengarai dan bahkan diadili karena terlibat dalam korupsi (Raharjo, 1999). Namun, virus praktik yang merisaukan itu semakin meluas sepanjang pemerintahan Orde Baru, dan nampaknya masih berlangsung sampai saat ini. Dengan meluasnya gejala virus korupsi itu Bung Hatta, Proklamator dan mantan Wakil Presiden RI, setuju dengan pendapat Suhartini, seorang Dosen Universitas Gadjah Mada, bahwa korupsi telah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia (Noer, 1990). Begitu membudayanya praktik korupsi itu sampai-sampai sebuah media internasional menempatkan Indonesia sebagai Negara yang paling korupsi di Asia (Muhammad, 1999).

Terobosan-terobosan besar dilakukan oleh Negara ini untuk memberantas korupsi (KKN). Mulai dari pembuatan Undang-Undang Anti Korupsi hingga pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masyarakat juga diberikan akses informasi yang cukup tentang transparansi kebijakan - kebijakan birokrasi pemerintahan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) juga tumbuh berkembang dan diharapkan mampu untuk menekan seminimal mungkin terjadinya tindak KKN. Namun, jamur KKN belum juga musnah. Indonesia seakan menjadi lingkungan/habitat yang baik untuk pertumbuhan virus KKN. KKN telah menjadi bagian budaya Indonesia.

Mengapa Terjadi Budaya KKN Di Indonesia ?
Tidak mudah memang untuk menjawab pertanyaan itu dengan ringkas, karena masalah ini menyangkut semua dimensi kehidupan bangsa, baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Pembacaan sementara terhadap maraknya praktik korupsi di Indonesia dapat terpetakan dalam dua Faktor. Pertama, dari sudut internal pelaku korupsi itu sendiri. Ada keyakinan bahwa praktik itu didorong oleh rendahnya gaji pegawai negeri. Pada awal kemerdekaan, Bung Hatta telah mengingatkan bagaimana pentingnya memberikan gaji yang memadai kepada pegawai negeri, agar mereka dapat hidup berkecukupan dan tidak terjerembab untuk melakukan korupsi (Noer, 1990). Namun, cukup atau tidaknya gaji tergantung pada mentalitas dan gaya hidup seseorang, sehingga factor paling menentukan sebenarnya adalah rasa tidak puas dan selalu kekurangan. Mereka yang mudah terjerumus pada praktik itu adalah mereka yang memiliki mentalitas yang "selalu merasa kekurangan" (unsatiable mentality) Kedua, Faktor (Eksternal) sosio-kultural bangsa yang berada di luar diri pelaku korupsi. Diantaranya adalah factor beban cultural (cultural burden) yang membebani pundak banyak orang terutama para aparat pemerintah. Lompatan struktur jabatan akibat kondisi transisional yang sedang dihadapi para aparat Negara. Faktor ini seringkali nampak pada "aparat-aparat baru “ ataupun " aparat naik jabatan". Ada semacarn shock culture dalam mental aparat dalarn masa transisional, sepertinya ada tuntutan untuk dapat memenuhi standar symbol- simbol kehidupan tertentu sesuai dengan tuntutan profesi. Selain itu juga, niaraknya budaya konsumtif dalam realitas budaya masyarakat Indonesia. Kebijakan pembangunan yang relative terbuka (di jaman pemerintahan Orde Baru) telah menyediakan peluang baru bagi masuknya pelbagai produk industri dari Negara-negara maju ke tengah denyut jantung kehidupan masyarakat. Walaupun sebagian besar produk itu baru dapat dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan, tetapi corak kehidupan baru telah mengalir ke relung-relung kehidupan masyarakat pedesaan. McDonalisasi pasar Indonesia, demikian kira - kira symbol penjajahan ekonomi modern Negara-negara kapitalis. Telah terjadi babak baru negeri ini, sebuah pola budaya baru terbentuk yang disebut dengan consumer culture (Featherstone, 1991).

Faktor selanjutnya, sebagai akibat dari budaya konsumen, Gengsi dan Gaya hidup mewah. Media informasi dan hiburan telah menjadi single actor dan terbesar dalarn mempengaruhi budaya gengsi plus hidup mewah masyarakat desa. Sinetron-sinetron dan tayangan televisi telah membius para kaum muda dengan segala hedonisme yang meliurkan lidah. Tayangan-tayangan kehidupan yang serba gampang, enak dan hanya mempersoalkan tentang percintaan telah mengalihkan perhatian dan simpati kaum muda terhadap, persoalan pelik yang dihadapi Negara. Dialog dan Diskusi tokoh tentang persoalan Negara actual telah tergeser oleh sinetron-sinetron ataupun oleh tayangan selebritis papan atas. Bahkan para Anggota legislative pun mulai enggan untuk melihat dan mendengarkan pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia. Sungguh transisi budaya`yang sangat cepat. Hidup mewah dan rasa gengsi menyebabkan masyarakat akan selalu merasa kekurangan, sehingga mereka membutuhkan dana tambahan yang tidak lain diperoleh melalui praktik korupsi (KKN). Inilah actor yang akan mengakhiri kejayaan sebuah bangsa dari masa keemasannya,.

Wilayah Kerja Dan Fungsi Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Dalam Mengikis Praktik KKN
Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan realita masyarakat di level grass root, dituntut harus mampu melakukan pembacaan, memberikan pernahaman serta melakukan pendampingan dari perilaku dan ancaman yang akan menghegemoni masyarakatnya, baik secara fisik maupun pernikiran. Sebab sebagai sebuah lembaga yang berada di tengah-tengah antara penguasa (dalarn hal ini pemerintah dan lembaga public service lainnya) di satu sisi dan rakyat (masyarakat ataupun anggotanya) di sisi lain, Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) harus mampu menjadi lidah penyambung antara dua sisi yang sangat rentan terjadi konflik kepentingan. Sebagai lembaga yang berada di tengah-tengah (penyeimbang dari tindakan penguasa yang lebih superior di hadapan rakyat), Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) harus bersikap sebagai pihak yang independent, bukan malah memposisikan diri sebagai pembela rakyat maupun penguasa. Walaupun dalam banyak kasus rakyat selalu menjadi obyek derita dari kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa, namun ada juga rakyat yang secara semena-mena telah melakukan pengrusakan terhadap lingkungan hidup, misalnya, sehingga perlu diadakan pembinaan dan penyadaran kolektif masyarakat. Namun dalam kasus Korupsi, jelas Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) akan menjadi pelindung rakyat.

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) baik secara langsung bersarna-sama masyarakat ataupun melalui Birokrasi Pemerintahan yang terkait untuk mengikis habis praktik KKN dalarn kehidupan masyarakat.

®         Esensial ; Niat untuk menanggulangi korupsi harus menjadi tujuan bersama dari segenap komponen masyarakat. Artinya dengan niat suci ada semangat dan keberanian untuk mengambil resiko apapun yang tidak mudah dihadapi, terutama di kalangan elite baru kemudian upaya yang lebih strategis dapat dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan kampanye serta aksi solidaritas dlm skala nasional baik lewat mass media maupun dialog dan seminar.

®         Ideal ; Langkah ideal adalah upaya jangka panjang yang berkelanjutan, yaitu menanamkan nilai budaya dan moralitas kepada masyarakat,terutama generasi muda, untuk meyakini bahwa praktik korupsi itu adalah sesuatu yang buruk dan jahat, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat dan Negara. Upaya ini dapat dilakukan lewat pendidikan moral baik di tingkat masyarakat ataupun di kalangan birokrat.

®         Strategis ; Langkah ini dilakukan dengan upaya keras untuk menutup semua lubang dan kesempatan bagaimanapun kecilnya, yang memungkinkan digunakan untuk berlangsungnya praktik korupsi. Menegakkan kepastian hukum tanpa diskriminatif, optimalisasi lembaga pemberantasan korupsi menutup celah-celah penyimpangan & kesalahan interpretasi UU. (hukum) sehingga substansi hukum tidak dapat dipermainkan lagi oleh para lawyer.

Ada banyak teori tentang bagaimana membangun perencanaan strategis, langkah taktis serta manajerial issue dan komunikasi massa yang harus dilakukan oleh Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) agar misi dan target dapat tercapai. Namun yang paling penting, dalam mengaplikasikan segala teorinya tersebut, mulai dari Advokasi, MoU, class action dan lain sebagainya, seharusnya lebih ditujukan untuk meningkatkan nalar kritis (memberdayakan masyarakat) dengan meningkatkan keberanian masyarakat untuk berbicara dalam lingkaran struktur kekuasaan. Sehingga pada saat Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) tersebut lepas dari satu lembaga etalase dan beralih membina lembaga etalase yang lain, yang terjadi adalah pemberdayaan masyarakat. Ketergantungan masyarakat grass root kepada sebuah lembaga Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menjadi hilang dan keberanian untuk berbicara dalam struktur politik dapat muncul.
PENUTUP
Korupsi di Indonesia telah menjadi bagian dari budaya bangsa, sehingga budaya haruslah dilawan dengan budaya baru. Pehimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) harus dapat membuat dan mendeklarasikan budaya baru (minimal membongkar budaya tersebut) yang lebih membawa masyarakat ke jenjang kehidupan yang lebih baik. Tutup seluruh celah dan peluang terjadinya praktik korupsi serta bersilhkan sedikit demi sedikit para oknum birokrasi dari budaya korupsi. Selamatkan mereka dari budaya yang salah dan menjerumuskan rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga menjadi para birokrat yang bersih dan bebas dari KKN.

DAFTAR PUSTAKA

Featherstone, Mike, 1991. Consumer Culture and Posmoderism. London: Sage Pubication.

Muhammad, Mar’ie, 1999.”Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme (KKN) dalam Birokrasi”, dalam Edy Suandi Hamid dan Muhammad Sayuti (ed), Menyingkap Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, hal 65-73

Noer, Deliar, 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES

Raharjo, M. Dawam, 1999. Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme (KKN) : Kajian Konseptual dan Kultural,dalam Edy Suandi Hamid dan Muhammad Sayuti (ed), Menyingkap Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, hal 19-32.

Senin, 27 Mei 2013

Prospektus PMKRI Cab. Sungai Raya


PROSPEKTUS

PERHIMPUNAN MAHASISWA
KATOLIK REPUBLIK INDONESIA
(PMKRI)
Chatolic Union of University Students of The Republic Indonesia

Member of
International Movement of Chatolic Students (IMCS)-Pax Romana

Pelindung: St. Albertus Magnus; Patron
Cabang Sungai Raya ; Branch Board

Semboyan :
Religio Omnium Scientarium Anima”
Agama adalah jiwa segala ilmu pengetahuan

 


Disusun oleh :

Dewan Pimpinan Cabang
PMKRI St. Albertus Magnus
Cabang Sungai Raya

Margasiswa : Jl. Sei Raya Dalam
Komp. Cemara Blok L.1
Sei Raya – Pontianak, Kalimantan Barat Indonesia 78391
E-mail:pmkri_magnus@yahoo.com



Visi
Terwujudnya keadilan sosial,kemanusiaan, dan persaudaraan sejati umat manusia.

Misi
Berjuang dengan terlibat pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang djiwai oleh nilai-nilai kekatolikan demi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.


Sejarah Berdirinya PMKRI Indonesia
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pada awalnya merupakan hasil fusi Federasi KSV (Katholieke Studenten Vereniging) dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta.
Keinginan Federasi KSV untuk berfusi dengan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Yogyakarta  saat itu, karena pada pertemuan  antar KSV dipenghujung 1949, dihasilkan keputusan bersama bahwa “….Kita bukan hanya mahasiswa Katolik, tetapi juga mahasiswa Katolik Indonesia ..." Federasi akhirnya mengutus Gan Keng Soei dan Ouw Jong Peng Koen untuk mengadakan pertemuan dengan moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta.
etelah mendapat saran dan berkat dari  Vikaris Apostolik Batavia yang pro Indonesia, yaitu Mgr. PJ Willekens, SJ.  Utusan Federasi KSV bertemu dengan moderator pada tanggal 18 Oktober 1950 dan pertemuan dengan Ketua PMKRI Yogyakarta saat itu yaitu PK Haryasudirja bersama stafnya berlangsung sehari kemudian. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut intinya wakil federasi KSV yaitu Gan Keng Soei mengajak dan membahas keinginan berhimpuan dalam satu wadah organisasi nasional mahasiswa Katolik Indonesia.
Maksud Federasi KSV ini mendapat tanggapan positif moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta.  Dan dua keputusan lain yang dihasilkan adalah :

1.         Setelah pertemuan tersebut, masing-masing organisasi harus mengadakan kongres untuk membahas rencana fusi.
2.         Kongres Gabungan antara Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta akan berlangsung di Yogyakarta tanggal 9 Juni 1951.

Dalam kongres gabungan tanggal 9 Juni 1951, kongres dibuka secara resmi oleh PK Haryasudirja selaku wakil PMKRI Yogyakarta bersama Gan Keng Soei yang mewakili Federasi KSV. Kongres yang semula direncanakan berlangsung hanya sehari, ternyata berjalan alot terutama dalam pembahasan satu topik, yakni penetapan tanggal berdirinya PMKRI.
Disaat belum menemui kesepakatan, Kongres Gabungan sempat diskors untuk memberikan kesempatan kepada masing-masing organisasi untuk kembali mengadakan kongres secara terpisah pada tanggal 10 Juni 1951.  Akhirnya Kongres Gabungan untuk fusi-pun kembali digelar pada tanggal 11 Juni 1950 dan berhasil menghasilkan 14 keputusan.
Dengan keputusan itu maka kelahiran PMKRI yang ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1947 menjadi acuan tempat PMKRI berdiri.  Penentuan tanggal 25 Mei 1947 yang bertepatan sebagai hari Pantekosta, sebagai hari lahirnya PMKRI, tidak bisa dilepaskan dari jasa Mgr. Soegijapranata.  Atas saran beliaulah tanggal itu dipilih dan akhirnya disepakati para pendiri PMKRI, setelah sejak Desember 1946 proses penentuan tanggal kelahiran belum menemui hasil.  Alasan beliau menetapkan tanggal tersebut adalah sebagai simbol turunnya roh ketiga dari Tri Tunggal Maha Kudus yaitu Roh Kudus kepada para mahasiswa katolik untuk berkumpul dan  berjuang dengan landasan ajaran agama Katolik, membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
IDENTITAS KADER PMKRI
         PMKRI dalam seluruh orientasi dan kegiatannya berasaskan Pancasila, dijiwai Kekhatolikan, disemangati oleh Kemahasiswaan
Pada dasarnya pembinaan di PMKRI ditujukan untuk membantu membentuk para anggota PMKRI dalam mencapai keunggulan pribadi dengan integritas pribadi yang utuh.  Integritas pribadi yang utuh, yang hendak dicapai dapat dicirikan oleh:
1.        SENSUS CHATOLICUS
Rasa Kekatolikan.
2.        SEMANGAT MAN FOR OTHERS
Panggilan hidup misioner yang menuntut sikap siap sedia.  Bahwa setiap kegiatan hidup tidak hanya didasarkan pada kepentingan diri sendiri melainkan sejauh mungkin diabdikan pada kepentingan sesama yang lebih besar.

3.        SENSUS HOMINIS
Rasa kemanusiaan, terdapat kepekaan terhadap segala unsur manusiawi yang meliputi solidaritas pada setiap pribadi manusia.
4.        PRIBADI YANG MENJADI TELADAN
Kemampuan untuk menjadi pribadi yang menjadi garam dan terang dunia, dalam pola pikir, sikap, dan tingkah laku.
5.        UNIVERSALITAS
Sikap siap sedia untuk memasuki celah-celah dan dimensi kehidupan masyarakat yang paling membutuhkan dan menerobos tembok-tembok diskriminasi dalam bentuk apapun.
6.        MAGIS SEMPER
Semangat lebih dari sebelumnya yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras, mutu, magis, dan profesional.  Pribadi demikian selalu mengacu pada on going formation.

Keanggotaan PMKRI

Semua mahasiswa yang berkewarganegaran Republik Indonesia berhak menjadi anggota PMKRI.  PMKRI bersifat inklusif/terbuka bagi semua mahasiswa, tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan mana pun.  Asalkan bersedia menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Kekatolikan.

Anggota PMKRI terdiri atas:
1.        Anggota biasa, yaitu mahasiswa S0 atau S1, warga negara Indonesia yang masih aktif kuliah atau seperti yang diatur dalam Rapat UmumAnggota Cabang dengan batasan waktu paling lama 11 (sebelas)  tahun – terhitung sejak pertama kali terdaftar sebagai mahasiswa.
2.        Anggota kehormatan, ialah mereka yang berjasa dalam PMKRI menurut ketetapan MPA.
3.        Penyatu, ialah mereka yang pernah menjadi anggota PMKRI yang berhak penuh.
4.        Penyokong, ialah mereka yang memberikan sokongan-sokongan tetap berupa uang atau hak.

   
JENIS-JENIS PEMBINAAN
PMKRI memiliki tiga jenis pembinaan, yaitu pembinaan formal, informal, dan nonformal.  Ketiganya memiliki kesejajaran, sifat saling melengkapi dan harus diprogram menjadi satu kesatuan yang sinergis.
1.     Pembinaan Formal Berjenjang :
a.        MPAB    (Masa Penerimaan Anggota Baru)
b.        MABIM  (Masa Bimbingan)
c.        LKK     (Latihan Kepemimpinan Kader)
d.        KSR    (Konfrensi Studi Regional)
e.        KSN (Konfrensi Studi Nasional)
2.     Pembinaan Informal, merupakan pembinaan keseharian kader-kader PMKRI di perhimpunan, misalnya keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas PMKRI, pendampingan kader, pendampingan anak jalanan, diskusi, dsb.
3.     Pembinaan Nonformal, pembinaan untuk meningkatkan profesionalitas anggota berdasarkan minat atau bakat anggota. Misalnya: Training for Trainer, Pelatihan Internet, Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Analisa Sosial, dsb.

KEPENGURUSAN
PMKRI mempunyai Pengurus Pusat dan Pengurus Cabang. Pengurus Pusat mempunyai suatu badan yang terdiri atas:
1)     Presidium Paripurna, ialah Presidium Harian bersama-sama Komisaris Daerah yang mewakili wilayahnya, dan ketua-ketua lembaga.
2)     Presidium Harian, terdiri atas Ketua Presidium, ditambah dengan minimal tiga orang Presidum dan maksimal 6 orang Presidium yang berkedudukan di mana Pengurus Pusat berada.
3)     Lembaga-lembaga mempunyai otonomi yang diatur secara khusus.
4)     Sekretariat, dikoordinir oleh seorang Sekretaris Jenderal.
Pengurus Cabang:
1)     Susunan Pengurus Cabang sedapat mungkin disesuaikan dengan susunan Pengurus Pusat dengan memperhatikan kebutuhan cabang.
2)     Pengurus Cabang dipilih oleh Rapat Umum Anggota Cabang
Pengurus Pusat dipilih melalui MPA (Majelis Permusyawaratan Anggota) sebagai kekuasaan tertinggi dalam perhimpunan yang menetapkan kebijakan-kebijakan perhimbunan secara nasional.

KIPRAH PMKRI DI KALIMANTAN BARAT
Di bumi khatulistiwa, khususnya KALBAR telah berdiri beberapa cabang, calon cabang dan kota jajakan PMKRI dapat dilihat sebagai berikut :
1.   PMKRI St. Thomas More cabang Pontianak
2.   PMKRI St. Agustinus cabang Sintang
3.   PMKRI St. Albertus Magnus cabang Sei. Raya
4.   PMKRI Bengkayang
5.   PMKRI Melawi
6.   PMKRI kota jajakan Singkawang


PMKRI SANCTUS ALBERTUS MAGNUS
PMKRI St. Albertus Magnus-Sungai Raya, ditetapkan menjadi kota jajakan melalui MPA XX di Banjarmasin tahun 1999. Sebagai koordinator kota jajakan adalah Sdr. Yulianus hingga disahkan sebagai Calon Cabang pada MPA XXI di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta lewat Ketetapan MPA No. 007/TAP/MPA XXI/2000 tanggal 24 November-1 Desember 2000. Hingga pada tanggal 9 Juni 2001 PMKRI St. Albertus Magnus – CC yang pada waktu itu Mempawah mengadakan RUACC 1 (Rapat Umum Anggota Calon Cabang 1) bertempat di asrama PEMDA Kab. Pontianak Jl. Sei Raya Dalam No.7. Pada momen tersebut tersusunlah ARTCC (Anggaran Rumah Tangga Calon Cabang) dan Pemilihan Ketua Presidium PMKRI Periode 2001-2002. Terpilih sebagai Ketua Presidium Sdr. Yulianus M.A.R. Pada tanggal 31 Mei-1 Juni 2002 diadakan RUACC II dan terpilih sebagai ketua Presidium periode 2002-2003 Sdr. Stefanus Teddy. Sebagai Pastor Moderator Mahsiswa Keuskupan Agung Pontianak ditunjuk Pastor Hermes A. Pr.
Berbagai kondisi yang dialami oleh PMKRI sebagai ormas yang telah “cukup umur” menghantarkan PMKRI Mempawah (yang pada waktu itu) menjadi Cabang pada tahun 2002 pada Kongres dan MPA di Kupang, NTT.
Kemudian seiring berjalan waktu PMKRI Mempawah melakukan Pergantian nama cabang, berdasarkan atas pemekaran wilayah Kabupaten Pontianak menjadi Kabupaten Kubu Raya dan berdasarkan atas  tempat kedudukan PMKRI cabang Mempawah ikut dalam wilayah pemekaran Kabupaten Kubu Raya dan bertempat di kota Sungai Raya. Maka Pada tanggal 22 Desember 2008 dengan Ketetapan RUAC No. 005/TAP/RUAC-MEMPAWAH/12/2008 nama Cabang Mempawah diganti dengan Cabang Sungai Raya. Dan terpilih sebagai Ketua Presidium Sdr. Laurianus Ari Susanto
Kini kami sedang melakukan pembenahan organisasi dalam rangka Capacity Buildingagar dapat melaksanakan fungsi-fungsi organisasi dan kaderisasi secara maksimal. Program kerja periode ini adalah pembangunan jaringan kerja dengan ORMAS, NGO, dan Lembaga-lembaga pemerintah, kaderisasi anggota, membangun system informasi via internet, VCD, Buku, dan perpustakaan.
PMKRI eksis dalam rangka berjuang yang ditunjukkan sebagai salah satu inspirator KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) mengusung perjuangan AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) kelompok Cipayung bersama HMI, PMII, GMNI, GMKI, dan berbagai aliansi strategis yang sesuai dengan pelaksanaan visi dan misi dari PMKRI tersebut.

               
PRO ECCLESIA ET PATRIA !!!
“Demi Gereja dan Tanah Air”