Menyadari sepenuhnya akan tugas dan tanggung jawab selaku bagian dari generasi
muda bangsa dan negara Republik Indonesia, dalam melihat kenyataan kehidupan
dan menegaranya bangsa Indonesia sekaligus untuk menyongsong hari depan bangsa
sebagaimana yang kita cita-citakan dalam Pancasila dan UUD 1945, maka kami,
Kelompok Cipayung (PP GMKI, Presidium GMNI, PB HMI, PB PMII, dan PP PMKRI)
menyatakan sikap dan pemikiran sebagai berikut:
a. Bahwa falsafah negara Pancasila yang merupakan landasan moral dan landasan
politik harus dilaksanakan secara jujur, murni, konsekuen, dan bertanggung
jawab.
b. Citra dan cita kebudayaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah
bersifat dan bercita-cita kerukunan hidup secara kekeluargaan,
hormat-menghormati, harga-menghargai dalam kehidupan sehari-hari, baik sebara
pribadi maupun kelompok, karena itu kekuasaan negara yang berdasarkan Pancasila
harus tumbuh dari bawah menurut kehendak aspirasi rakyat serta digunakan bagi
kepentingan rakyat.
c. Bahwa pengalaman hidup menegaranya bangsa Indonesia selama 11 tahun Orde
Baru ini, menunjukkan adanya indikasi-indikasi sebagai berikut:
1. Masih terasa dominannya cara berpikir dan pola budaya yang feodalistis dan
paternalistis,
2. Bahwa pelaksanaan demokrasi Pancasila belum
sepenuhnya mencerminkan kehidupan demokrasi yang memberikan tempat bagi
terselenggaranya suatu sistem pemerintahan/kekuasaan yang sepenuhnya didasarkan
kepada kehendak dan aspirasi rakyat,
3. Pembangunan yang tengah dilaksanakan dewasa ini memberikan peluang kepada
timbulnya kapitalisme baru seperti tercermin pada kenyataan yang ada saat ini
misalnya, makin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin, menumpuk modal/
kekayaan pada sekelompok masyarakat tertentu dan penyelewengan berupa korupsi,
manipulasi, komersialisasi jabatan semakin merajalela,
4. Bahwa sistem dan struktur kekuasaan yang ada saat ini, diberlakukan atau
bertendensi ke arah sistem yang monolitis sifatnya, dan cenderung
mempertahankan status quo dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
5. Sendi-sendi hukum dan kebebasan seringkali dikorbankan demi stabilitas
nasional.
d. Pada dasarnya hakikat kehidupan bernegara untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehiduan bangsa berdasarkan Pancasila. Maka tatanan kehidupan nasional yang
kita cita-citakan adalah sebagai berikut:
1. Sistem dan struktur kekuasaan yang didasarkan kepada kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya
sesuai dengan pasal 28 UUD 1945,
2. Sistem dan struktur kekuatan politik/ kepartaian yang ada harus ditata
kembali dengan tujuan otonomisasi dari kekuatan politik/ kepartaian,
3. Dalam meningkatkan partisipasi penuh dari masyarakat,
aspirasi yang tumbuh dari unsur-unsuratmpok-kelompok kemasyarakatan harus
mendapatkan tempat yang sewajarnya;
4. Dilaksanakannya pasal 33 UUD 1945 secara konsekuen dengan didasarkan adanya
kemauan dan keputusan politik yang berorientasi kepada terbentuknya suatu
kontrol yang demokratis.
Sebagai akibat dari terselenggaranya sistem politik/ kekuasaaan selama ini,
sistem dan pola kehidupan perguruan tinggi tidak menunjang berfungsinya
perguruan tinggi sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Terdapat
kecenderungan untuk menjadikan segenap unsur perguruan tinggi sebagai
subordinat dari struktur yang berkuasa, sehingga menyebabkan lemahnya peranan
perguruan tinggi khususnya mahasiswa dalam fungsi sosial kontrol, dan
menjadikan perguruan tinggi umumnya dan mahasiswa pada khususnya mahasiswa
dalam fungsi sosial kontrol, dan menjadikan perguruan tinggi umumnya dan
mahasiswa pada khususnya hanya sebagai alat pragmatis belaka dari pembangunan
dan miskin akan idealisme.
Untuk mengembalikan fungsi dan peranan perguruan tinggi sesuai dengan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, maka:
a. Otonomisasi perguruan tinggi dan kehidupan demokrasi di perguruan tinggi
harus dijamin dan dihormati.
b. Kebebasan mimbar/ilmiah sebagai attribute dasar perguruan tinggi, tidak
hanya terbatas pada ruang lingkup kampus tetapi harus mempunyai refleksi
kemasyarakatan sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
c. Otonomisasi lembaga-lembaga kemahasiswaan di dalam kehidupan perguruan
tinggi dalam aktivitas kemahasiswaan haruslah mendapat jaminan yang tercermin
di dalan statuta perguruan tinggi.
Jakarta, 15 Juni 1977
Pengurus Pusat GMKI Shirato Syafei S.Th., Ketua Umum, Tony Waworuntu,
Sekretaris Jenderal; Presidium GMNI Hadi Siswanto, Ketua; Karyanto W.,
Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar HMI Erwin Syahril, Ketua F. Shalahudin,
Wakil Sekretaris Jenderal; Pengurus Besar PMII H. M. Abduh Paddare, Ketua Umum,
Ahmad Bagdja, Sekretaris Jenderal; Pengurus Pusat PMKRI Chris Siner Key Timu,
Ketua Presidium, Herman Karundeng, Sekretaris Jenderal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar